KabarSumbawa.com – Dunia digemparkan dengan temuan kasus wabah virus corona pada bulan Januari 2020 yang diduga sumber asalnya dari Kota Wuhan, Cina. Tak hanya kehidupan sosial-ekonomi negara Cina yang berimbas atas wabah virus corona ini, negara-negara lain pun ikut terkena imbasnya. Salah satunya Indonesia, Berdasarkan data dari Coronavirus COVID-19 Global Cases by Johns Hopkins CSSE tertanggal 3 Maret 2020, tercatat kasus wabah virus corona mencapai 89.254 kasus dan yang dinyatakan meninggal ada 3.048 kasus, serta 45.393 kasus yang dapat dipulihkan yang tersebar diberbagai dunia.
WHO telah mengumumkan wabah corona sebagai pandemi. Karena belum ditemukan obat serta metode penularannya secara pasti terhadap kasus Covid-19. Salah satu upaya yang efektif dan sudah dilakukan di beberapa negara adalah untuk menghentikan laju wabah virus corona dengan penguncian (lockdown).
Saat awal ramai isu wabah virus corona, masyarakat Indonesia merespon fenomena global ini dengan berbagai reaksi. Ada yang merespon dengan tenang, serius, sampai ada yang merespon dengan berbagai candaan. Hingga akhirnya pada 2 Maret 2020, Pemerintah menyatakan bahwa ada dua warga Indonesia yang positif terjangkit virus corona.
Pernyataan Pemerintah rupanya mempengaruhi situasi dan kondisi psikologis dan sosiologis masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat yang tinggal di wilayah korban yang positif terjangkit virus corona. Anne Kerr dalam bukunya yang berjudul “Genetics and Society: A Sociology of Disease” menjelaskan bahwa fenomena wabah penyakit di masyarakat dapat membuat masyarakat mengalami kecemasan (anxiety) dan ketakutan (fear). Hal ini bisa dilihat dari berbagai pemberitaan di media mengenai reaksi masyarakat saat ada warga Indonesia positif terjangkit virus corona. Misalnya, ada masyarakat yang mulai membatasi kontak sosialnya untuk tidak menggunakan angkutan umum, transportasi online, dan menghindari berinteraksi diruang sosial tertentu (seperti pasar dan mall) karena kuatir tertular virus corona. Merebahnya virus covid 19 telah membuat dampak nyata dari segala bidang, salah satunya dibidang ekonomi, membuat individu atau kelompok masyarakat mengalami penurunan produktivitas kegiatan ekonominya. Mulai dari kegiatan produksi, hingga kegiatan konsumtif.
Penurunan produktivitas kegiatan ekonomi warga negara akan berdampak pada tingkat pertumbuhan ekonomi Negara. Salah satunya yaitu pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Menurut Kementerian Keuangan RI menyatakan bahwa Pertumbuhan ekonomi Indonesia berisiko turun dalam menjadi 2,3% pada skenario berat dan berlanjut menjadi -0,4% pada skenario sangat berat. Kemudian berdampak terhadap stabilitas sektor keuangan: volatilitas pasar saham, surat berharga, depresiasi Rupiah, peningkatan NPL, persoalan likuiditas, dan insolvency serta Stabilitas sektor keuangan saat ini berada pada level normal – siaga.
Kemudian dari segi sektor rumah tangga dampak yang ditimbulkan oleh covid 19 terjadinya penurunan produktivitas serta kehilangan pendapatan, tidak dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup minimalnya – terutama rumah tangga miskin dan rentan serta sektor informal dan di sektor UMKM tidak dapat melakukan usahanya sehingga terganggu kemampuan memenuhi kewajiban kredit.
Melihat kondisi diatas, dengan penyebaran wabah pandemik Covid-19 begitu masif, sementara di sisi lain fasilitas layanan kesehatan yang ada terbatats dan masih belum memadai seperti ruangan isolasi, peralatan medis, tenaga medis, dan vaksin; yang paling efektif adalah menjaga kesehatan diri kita sendiri. Berbagai macam upaya untuk menanggulangi wabah pandemik Covid-19, islam hadir dalam menjawab permasalahan penyebaran wabah pandemik covid-19. Merujuk kepada setiap ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW walaupun beliau bukan seorang dokter melalui bimbingan Allah SWT selalu mengingatkan umatnya untuk senantiasa menjaga kebersihan. Sehingga penyebaran wabah pandemic covid -19 bisa ditekan, sebagaimana dikatakan oleh Dr Sanjay Gupta atau Dr Anthony Fauci.
Keduanya mengatakan, salah satu upaya pencegahan terbaik untuk menekan resiko infeksi wabah pandemik covid -19 yaitu dengan menjaga kebersihan.
Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, mestinya kita tahu bahwa pesan untuk selalu menjaga kebersihan sebenarnya telah disampaikan oleh Rasulullah SAW sekitar 14 abad yang lalu, baik melalui ucapan maupun teladan langsung dari Nabi Muhammad SAW.
Tujuanya agar umat manusia menjadi orang yang sehat dan kuat, baik jasmani maupun rohani. Dalam sebuah hadis disebutkan: “Seorang mukmin yang kuat (fisik, mental, jiwa, dan raga) lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada seorang mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan.” (HR Muslim).
Usaha karantina telah dilakukan Nabi Muhammad SAW menghadapi wabah penyakit yang menyerang. Tentunya Nabi Muhammad SAW tidak menggunakan istilah karantina atau isolasi seperti saat ini.
Wabah Menular di Zaman Rasululullah SAW
Pada masa Rasululullah SAW istilah wabah dikenal dengan “thaun” atau penyakit menular yang berjangkit dengan cepat, menyerang sejumlah besar orang di daerah yang luas (misalnya wabah cacar, disentri, pes, kolera). Kata “thaun” dan “waba’” sering digunakan untuk menyebut epidemi.
Kata “waba’” dan “tha’un” ini yang kemudian sering disematkan oleh ahli agama untuk Covid-19 atau virus corona yang terjadi pada awal 2020 di Indonesia dan berbagai negara di dunia.
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan, dari Amir bin Saad bin Abi Waqqash, dari ayahnya bahwa ia pernah mendengar sang ayah bertanya kepada Usamah bin Zaid, “Apa hadits yang pernah engkau dengar dari Rasulullah berkaitan dengan wabah thaun?”
Usamah menjawab, “Rasulullah pernah bersabda: Wabah thaun adalah kotoran yang dikirimkan oleh Allah terhadap sebagian kalangan bani Israil dan juga orang-orang sebelum kalian. Kalau kalian mendengar ada wabah thaun di suatu negeri, janganlah kalian memasuki negeri tersebut. Namun, bila wabah thaun itu menyebar di negeri kalian, janganlah kalian keluar dari negeri kalian menghindar dari penyakit itu.” (HR Bukhari-Muslim).
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, diriwayatkan dari Hafshah binti Sirin bahwa ia menceritakan, Anas bin Malik berkata, “Rasulullah bersabda: Orang yang mati karena wabah thaun adalah mati syahid.”
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya yang berjudul Ath-Thibb an-Nabawi, secara bahasa, thaun adalah sejenis wabah penyakit, demikian disebutkan dalam ash-Shihah. Sementara itu, di kalangan medis, thaun adalah pembengkakan parah yang mematikan, menimbulkan rasa haus dan dahaga yang amat parah dan rasa sakit yang luar biasa. Tubuhnya menjadi hitam, hijau, atau abu-abu.
Selanjutnya, akan muncul nanah. Biasanya, thaun menyerang tiga lokasi di tubuh, yaitu ketika, bagian belakang telinga, dan ujung hidung, serta di bagian daging tubuh yang lunak. Dalam atsar Aisyah disebutkan bahwa ia pernah berkata kepada Rasulullah, “Adapun ta’n (tusukan dengan benda tajam) kami sudah tahu. Lalu, apa yang dimaksud dengan thaun?” Nabi menjawab, “Benjolan yang muncul seperti yang dialami oleh unta, tumbuh di bagian belakang ketiak dan sejenisnya.” (HR Ahmad).
Ketika Nabi melarang umatnya untuk masuk ke daerah yang terjangkit wabah kolera dan melarang mereka keluar dari daerah terjadinya penyakit tersebut, beliau telah menggabungkan penjelasan optimal. Sebab, masuk ke daerah wabah sama saja dengan menyerahkan diri kepada penyakit, menyongsong penyakit di istananya sendiri, dan berarti juga menolong membinasakan diri sendiri. Menurut Ibnu Qayyim, tindakan Nabi melarang umatnya masuk ke lokasi wabah adalah bentuk pencegahan yang memang dianjurkan oleh Allah, yakni mencegah diri kita untuk tidak masuk ke lokasi dan lingkungan yang membawa derita.
Melarang keluar dari lokasi wabah mengandung dua maksud. Pertama, mendorong jiwa manusia untuk percaya kepada Allah, bertawakal kepada-Nya, serta tabah dan ridha menghadapi takdirnya.
Kedua, seperti dinyatakan oleh para pakar kedokteran, apabila seseorang ingin menjaga diri dari wabah penyakit, ia harus mengeluarkan sisa-sisa kelembapan dalam tubuh, melakukan diet, menjaga keringnya tubuh, kecuali olahraga dan mandi.
Keduanya harus betul-betul dihindari secara total karena tubuh penderita pada umumnya tidak lepas dari berbagai unsur jahat yang tersembunyi di dalam tubuh. Semua unsur itu akan menggeliat bila seseorang melakukan olahraga atau mandi.
larangan Nabi kepada umatnya untuk masuk ke lokasi terjadinya wabah memiliki sejumlah hikmah. Pertama, menjauhkan diri dari berbagai hal yang membahayakan.
Kedua, mencari keselamatan yang merupakan materi kehidupan dunia dan akhirat. Ketiga, agar tidak menghirup udara yang dicemari oleh bau busuk dan kotoran sehingga mereka sakit. Keempat, agar mereka tidak berdekatan dengan orang-orang sakit yang bisa menyebabkan mereka sakit sebagaimana yang diderita orang-orang tersebut. Kelima, menjaga jiwa dari perkiraan-perkiraan buruk dan penularan penyakit. Sebab, jiwa bisa terpengaruh dengan keduanya, sedangkan hal buruk akan menimpa orang yang memperkirakannya.
Wabah Menular di Zaman Sahabat Umar bin Khattab RA.
Peristiwa serangan wabah menular atau tha’un pernah terjadi pada masa sahabat Umar Bin Khattab RA ketika masuk ke daerah Syam. Sebagaimana disebutkan dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim bahwa dari Abdullah bin Amir bin Rabi‘ah, Umar bin Khattab RA menempuh perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, Umar mendapat kabar bahwa wabah sedang menimpa wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada Umar bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Bila kamu mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi wabah di daerah kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.’ Lalu Umar bin Khattab berbalik arah meninggalkan Sargh,” (HR Bukhari dan Muslim).Sargh adalah sebuah desa di ujung Syam yang berbatasan dengan Hijaz. (An-Nawawi, Al-Minhaj, Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj.
Adapun kebijakan yang ditempuh untuk menghindari wabah tersebut yaitu menyuruh penduduk sehat pergi menyingkir ke bukit – bukit. Kebijakan ini dinamakan isolasi atau lockdown saat ini. Kejadian tersebut terjadi ketika Amr bin Ash menjadi Gubenur diwilayah Syam. Rasulullah juga menganjurkan untuk isolasi bagi yang sedang sakit dengan yang sehat agar penyakit yang dialaminya tidak menular kepada yang lain. Hal ini sebagaimana hadist: “Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Dengan demikian, penyebaran wabah penyakit menular dapat dicegah dan diminimalisasi.
Aktivitas inilah yang sekarang dikenal dengan social distance, yakni suatu pembatasan untuk memutus rantai penyebaran wabah Covid-19. Caranya adalah jauhi kerumunan, jaga jarak, dan di rumah saja. Kegiatan social distance tak hanya dalam muamalah seperti pendidikan, ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya, pemerintahan, dan sebagainya yang langsung berhubungan dengan sesama manusia, tetapi juga dalam ibadah.
Prinsip Penanganan Wabah Virus Menurut Perspektif Islam.
Dunia kedokteran modern telah menjadi saksi bahwa Rasulullah ﷺ adalah orang yang pertama kali meletakkan prinsip – prinsip dalam menjaga kesehatan melalui usaha proteksi dan antisipasi, agar terhindar dari wabah berbagai penyakit menular.
Rasulullah Muhammad Saw meneladankan sikap kepada para sahabatnya jika menghadapi wabah dan pengidap penyakit menular, adapun prinsip penangan wabah seperti yang dicontoh oleh Baginda Rasulllah SAW yaitu:
a. Tidak memasuki negeri yang terkena bawah da tidak keluar dari dari yang terkena wabah
Diriwayatkan dari Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).
b. Gaya Hidup Sehat
Nabi Muhammad juga sangat mendorong umatnya untuk mematuhi praktik higienis. Gaya hidup sehat akan membuat orang tetap sehat dan aman dari infeksi. Karena itu, dikatakan dalam hadis: “Kesucian itu sebagian dari iman.” Di antara cara menjaga kesucian adalah mencuci tangan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis: “Barang siapa tertidur dan di tangannya terdapat lemak (kotoran bekas makanan) dan dia belum mencucinya, lalu dia tertimpa oleh sesuatu, janganlah dia mencela melainkan dirinya sendiri.” (HR Abu Daud).
c. Bersabar
Nabi Muhammad Saw juga menganjurkan umatnya untuk bersabar ketika menghadapi wabah penyakit. Pernah ketika menghadapi wabah penyakit Thaun, Rasulullah bersabda; “Tha’un merupakan azab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Allah kehendaki. Kemudian Dia jadikan rahmat kepada kaum Mukminin.” (HR. Bukhari).
Sabar dan tidak cepat panik menjadi solusi yang disarankan Rasulullah dalam menghadapi pandemi. Masih dalam hadis yang sama, Nabi melanjutkan; “Tidaklah seorang hamba yang di situ terdapat wabah penyakit, tetap berada di daerah tersebut dalam keadaan bersabar, meyakini bahwa tidak ada musibah kecuali atas takdir yang Allah tetapkan, kecuali ia mendapatkan pahala seperti orang yang mati syahid.”
d. Semangat Kepedulian
Anjuran menghindari pengindap penyakit menular bukan berarti menunjukkann bahwa nabi sepakat untuk mengucilkan penderita tersebut. akan tetapi, langkah yang diimbau ini justru lebih menitik beratkan kepada rasa semangat kepedulian. hal ini sesuai dengan hadist riwayat Bukhari bahwa nabi SAW pernah bersabda:” Janganlah kamu lama – lama memandang orang – orang yang sedang sakit lepra.”hadits ini merupakan penanda bahwa berkontak berlebihan dengan penderita menular di masa itu bisa memberikan dampak pengidap dari sisi psikologis.
e. Optimis
Pesan yang tidak kalah penting daru Rasulullah SAW ketika tertimpa musibah wabah adalah tetap membangun prasangka baik dan berdoa dan tetap berikhtiar sekuat tenaga. Rasulullah SAW bersabda:” tidaklah Allah SWT menurunkan penyakit, kecuali Dia juga menurunkan penawarnya ( HR Bukhari ).
wabah corona ini hanya ujian, ujian sekaligus teguran dari Allah SWT agar manusia tetap mengingat keanggungan-NYA yang tiada sebanding.Berprasangka baiklah bahwa dengan kasih sayang-Nya, Allah akan segera mencabut cobaan ini dalam waktu yang tidak lam
f. Berdoa
Sebagai orang yang beriman kepada Allah SWT kita kaum muslimin wajib percaya kepada kekuasaan Allah SWT dan segala perintah dan laranga-NYA, semua ketentuan Allah SWT adil dan penuh hikmah. Jika kita berada dalam kesulitan dan kesusahan , kita langsung bermunajat kepada Allah SWT. kemudian Allah SWT mengabulkan doa kita jika kita ditimpa musibah.
Edi Irawan
Dosen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Teknologi Sumbawa
email: [email protected]