Sumbawa Besar, Kabarsumbawa.com – Memperingati Hari Pahlawan yang jatuh tepat pada tanggal 10 November, seminar Revolusi Mental di kalangan generasi muda pelaku seni budaya digelar oleh Lembaga Analisis dan Kajian Kebudayaan Daerah (LINKKAR) didukung oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko-PMK) dengan tema “Internalisasi Nilai Revolusi Mental Membentuk Karakter Pelaku Seni yang Berkepribadian Dalam Kebudayaan”. Kegiatan dilaksanakan di gedung rektorat Universitas Samawa (UNSA), Rabu (10/11/2021) Pagi.
Direktur Eksekutif LINKKAR, Amilan Hatta dalam pengantarnya mengungkapkan seminar Revolusi Mental dilaksanakan dalam rangka ikut melaksanakan pembangunan karakter bangsa. Menurut Milan sapaan akrabnya, Revolusi Mental adalah tujuan kolektif sebuah bangsa. Salah satu strategi dalam pembangunan manusia baik mental-kerohanian maupun kapasitas intelektual melalui pembinaan karakter secara masif, terstruktur dan kontinyu.
“Kami harap peserta seminar ini dapat menjadi pelopor gerakan Revolusi Mental bagi masyarakat, khususnya di Kab. Sumbawa. Karena dalam tujuh agenda prioritas pembangunan nasional yang digagas oleh Presiden Joko Widodo salah satunya adalah pembangunan Revolusi Mental dan kebudayaan,” ungkapnya.
Menurutnya, dalam konteks pembangunan kebudayaan di Indonesia, perlu didorong partisipasi aktif para pelaku seni-budaya lokal khususnya di kalangan generasi muda.
“Perlu diberikan internalisasi nilai-nilai Revolusi Mental dalam perspektif budaya dan kearifan lokal Sumbawa yang kuat, agar seni budaya tidak sekedar menjadi materi seni yang ditampilkan secara verbal dan simbolik, tetapi juga harus mampu membentuk karakter jiwa dan kepribadian pelaku seninya sendiri,” tegasnya.
Wakil Bupati Sumbawa, Dewi Noviany, S.Pd, M.Pd dalam sambutannya yang diwakili oleh Asisten Bidang Pembangunan dan Ekonomi, berharap melalui kegiatan seminar ini dapat mendorong gerakan Revolusi Mental di Kab. Sumbawa, karena menurutnya hubungan seni dan pembangunan karakter tidak dapat dipisahkan di masyarakat.
“Pemerintah Kab. Sumbawa sangat berterimakasih karena melalui kegiatan ini terlibat banyak anak muda dalam proses pelaksanaannya, sehingga diharapkan memberikan dampak yang baik dalam pembangunan Revolusi Mental dan kebudayaan khususnya di Kab. Sumbawa, karena sesungguhnya pemerintah Sumbawa tentunya tidak dapat berjalan sendiri dalam pembangunan karakter, tapi dapat dibantu oleh stakeholder-stakeholder seperti LINKKAR,” ungkapnya.
Prof. Dr. Syaifuddin Iskandar, M.Pd, Rektor Universitas Samawa (UNSA) Sumbawa Besar dalam memberikan keynote speech mengatakan tentang pentingnya Revolusi Mental karena menurutnya hingga saat ini bangsa Indonesia masih merasakan sakit mental secara sosial.
“Sampai saat ini yang paling buruk adalah korupsi, sikap saling curiga, dan perpecahan. Output kegiatan ini sangat diharapkan dapat bermanfaat dalam rangka mendongrak Revolusi Mental di berbagai kalangan dari masyarakat hingga pejabat negara khususnya di Kab. Sumbawa agar memberikan contoh sebagai pemimpin yang baik,” tegasnya.
Menurut Prof. Syaifuddin, tugas terpenting adalah bagaimana menginternalisasi nilai/ karakter baik, karena cara pikir seseorang dalam merespon sesuatu sangat dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, hingga yang paling penting lingkungan, jika pengaruh lingkungan positif maka akan melahirkan generasi-generasi yang baik dan sebaliknya.
“Problemnya mentalitas generasi kita semakin merosot, tugas kita adalah bagaimana merubah itu makanya dibentuklah gerakan Revolusi Mental, yang melibatkan berbagai elemen di lingkungan, sekolah, keluarga hingga masyarakat. Contohnya, di UNSA kami memiliki lembaga konseling pra nikah selama 1-3 bulan agar siap berkeluarga dengan mempelajari tata cara berkeluarga serta harus mampu siap menghadapi berbagai problematika dan dinamika dalam berkeluarga termasuk mencetak generasi masa depan yang baik,” tambahnya.
Eva Sundari, MA, MDE, Direktur Institut Sarinah dalam paparannya mengatakan bahwa untuk menyikapi perubahan yang sangat cepat, harus mampu kreatif dan berketerampilan. Karena indeks inovasi Indonesia masih di ranking 5 terbawah di dunia.
“Harusnya kita punya modal untuk ini karena kita punya Bhinneka Tunggal Ika, jadi sangat beragam namun sampai saat ini kreatifivitas dan inovasi kita masih sangat rendah,” ungkapnya.
Revolusi Mental di masa digital saat ini membentuk SDM yang kreatif, inovatif, dan solusional. Menurut Eva, dunia sudah mulai meninggalkan society 4.0 menuju society 5.0 sehingga masyarakat harus siap dengan peradaban digital yang bekerja dengan jaringan dan teknologi sehingga SDM yang baik sangat diperlukan dalam modal kerja.
“Nilai strategis Revolusi Mental merupakan nilai yang telah ada sejak zaman nenek moyang kita. Masyarakat Indonesia dikenal sejak lama telah menggunakan cara kerjasama dalam menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi. Bentuk nilai gotong royong itu terdiri dari saling menghargai, kerjasama, solidartas, perilaku tolong menolong, berorientasi pada kebaikan bersama, dan berorientasi kepada rakyat banyak, ini yang harus kita bangkitkan kembali,” tegas Eva.
H. Hasanuddin S.Pd, selaku Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Sumbawa dalam paparannya mengajak masyarakat untuk berkarya sebagai jejak peradaban.
“Tari Nguri direkayasa remaja di akhir Kesultanan Sumbawa, lalu tahun 1960 tari dipertunjukkan kepada Sultan Sumbawa yaitu Sultan Karudin III. Tari Nguri ini tetap kekal sampai saat ini, yaitu 61 tahun kemudian. Karya dihasilkan oleh etos kreativitas yang tinggi serta nilai lokal yang diambil sehingga mampu membudayakan Tari Nguri,” ungkapnya.
Menurut Haji Ace sapaan akrabnya, setiap karya yang berakar dari nilai tradisi memiliki makna dan filosifi sehingga penting untuk digali agar karya yang dihasilkan bermuatan makna tidak hanya pertunjukan biasa yang hampa.
“Sesama seniman dalam berkarya juga perlu saling apresiasi. Kerjasama yang baik perlu terus dikembangkan, misalnya kemarin pertunjukan karya seni di Poto yang berdampak positif untuk mendorong dibentuknya pertunjukan karya seni lain di Kab. Sumbawa yang saling bantu membantu tanpa harus mengkhawatirkan biaya,” ungkapnya.
Berbicara Revolusi Mental bagi pelaku seni budaya di Kab. Sumbawa, Syukri Rahmat, S.Ag selaku Sekretaris Majelis Adat Lembaga Adat Tana Samawa dan Ketua Umum MUI Kab. Sumbawa, mengungkapkan sejarah Sumbawa saat masih berbentuk kesultanan yang mempunyai “qanun” (parenti kalanis) Tau ke Tana Samawa, yakni “Adat Barenti lako Syara’, Syara’ Barenti Lako Kitabullah”. Yang artinya adat yang berpedoman kepada hukum-hukum dan nilai-nilai Islam dengan kitab suci Al Qur’an al Karim.
Menurut Syukri, dalam konteks berkesenian dan berkebudayaan, Sumbawa dikenal sangat kental dengan hal-hal yang berbau kesenian dan kebudayaan tersebut, karenanya tidak heran di Sumbawa banyak lahir seniman dan budayawan yang memegang teguh adat budaya Sumbawa yang sangat islami.
“Eksistensi seniman dan budayawan Sumbawa, tidak hanya diakui di level lokal Sumbawa, maupun regional NTB, akan tetapi juga di level nasional dan bahkan internasional. Sehingga kita tidak heran, di setiap kecamatan terdapat banyak sanggar seni. Berbagai event seni budaya yang terselenggara, membuat kita bisa menyaksikan betapa para aktor atau pelaku-pelaku seni budaya, hadir dengan talenta masing-masing, yang menunjukkan eksistensi mereka sebagai seniman dan budayawan,” ungkapnya.
Syukri berharap, sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat budaya Samawa, maka para pelaku seni budaya di Sumbawa, dalam berkreativitas harus konsisten dalam menampilkan karya-karya seni dan budayanya agar senantiasa sejalan, seirama dengan semangat dan nilai-nilai adat.
“Hal ini sekaligus akan menjadi daya ungkit agar ruh dari Revolusi Mental, berupa integritas, etos kerja dan gotong royong dapat kembali benar-benar kita perkuat. Sehingga para pelaku seni budaya di Sumbawa ini dalam berbagai gerakan yang menjelma dalam bentuk panggung-panggung aksi para seniman/ budayawan akan senantiasa secara sadar dan penuh komitmen untuk membawa sekaligus menjadi pelaku dari gerakan Revolusi Mental yang kini terus digalakkan oleh pemerintah,” pungkasnya.
Seminar yang diadakan secara hybrid lewat pertemuan tatap muka secara langsung dan melalui aplikasi zoom ini dipandu oleh moderator Sudrajat Martadinata, SE, MSA. Dengan peserta yang hadir secara tatap muka sebanyak 50 orang dari berbagai komunitas seni budaya di Kab. Sumbawa di antaranya perwakilan dari Satange Art Production, Sanggar Seni Liser Samada SMA Negeri 2 Sumbawa Besar, Sanggar Seni Bewe Baseli, Sanggar Seni Gunung Galesa dan lainnya dengan melaksanakan penerapan protokol Covid-19 ketat. Tidak hanya itu, peserta yang hadir secara daring juga mencapai 217 peserta. (KS)