Mataram, Kabarsumbawa.com – Di era globalisasi ini, bahasa daerah mulai jarang digunakan, terutama oleh penutur muda. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka ancaman kepunahan terhadap bahasa daerah akan sangat sulit dihindari.
Menghadapi ancaman kepunahan bahasa daerah, Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan berbagai upaya. Salah satunya mengadakan “Revitalisasi Bahasa Sasak untuk Penutur Muda”.
Kepala Kantor Bahasa Provinsi NTB, Dr. Umi Kulsum, M.Hum., menjelaskan, Badan Bahasa mencatat delapan bahasa daerah yang sudah punah, di antaranya bahasa Tandia (Papua Barat), bahasa Kajeli (Maluku), dan bahasa Palumata (Maluku).
Menurut ahli bahasa lanjut Umi Kalsum, penyebab kepunahan tersebut antara lain karena kondisi masyarakat penuturnya yang terbiasa menggunakan dua bahasa (bilingual) atau bahkan mampu memakai lebih dari dua bahasa (multilingual).
“Penutur yang bilingual atau multilingual dapat menyebabkan tercampurnya bahasa daerah dengan beberapa bahasa yang penutur kuasai,” jelasnya.
Penyebab lain sambungnya, faktor globalisasi juga mendorong penutur bahasa dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan penutur bahasa lain yang berasal dari daerah lain atau bahkan negara lain.
Terhadap kondisi ini kata dia, pihaknya mengadakan “Revitalisasi Bahasa Sasak untuk Penutur Muda”. Kegiatan dilaksanakan selama tiga hari, mulai tanggal 24 – 27 November 2021.
Kegiatan bekerjasama dengan SMA Negeri 3 Mataram, melibatkan tiga narasumber dan menyertakan tiga puluh siswa dari berbagai latar belakang bahasa Ibu, di antaranya Sasak, Jawa, Bali, dan bahasa Indonesia.
Menurut Umi Kalsum, kegiatan bertujuan untuk menumbuhkan kecintaan terhadap bahasa daerah, menambah wawasan kebahasaan, dan membangkitkan kebanggan siswa terhadap bahasa dan budaya Sasak.
“Kegiatan ini sangat penting kita laksanakan karena ada beberapa bahasa daerah yang sudah punah di Indonesia. Melalui kegiatan ini kita diharapkan menjadi fondasi pembentukan kepribadian generasi muda agar mencintai bahasa daerahnya,” pungkasanya. (KS/aly)