Penulis : Alphita Jaka Asmara, ASN Pengelola Pembinaan Kepribadian Lapas Klas IIA Sumbawa Besar
Sumbawa Besar, Kabarsumbawa.com – Dalam masa tanggap darurat covid-19 Kementrian Hukum dan Ham RI telah memulangkan kurang lebih 36 Ribu narapidana sebagai Langkah dini pencegahan penyebaran Covid-18 di Lapas dan Rutan seluruh Indonesia, yang rata rata tingkat huniannya sudah melebihi daya tampung.
Berdasarkan Permenkumham nomor 10 tahun 2020 dan Kepmenkumham nomor 19.PK.01.04 Tahun 2020. Mulai dari tanggal 31 maret 2020 secara serentak dan bertahap Lapas dan Rutan seluruh Indonesia memulangkan narapidana yang telah memenuhi syarat. Baik syarat substantive dan syarat administrative.
Namun Langkah Menteri Hukum dan Ham ini menuai kontrofersi di tengah masyarakat dan Menjadi gorengan berita yang hangat dimedia social.Pun dengan komentar netizen yang sangat beragam dengan bermacam bumbu sehingga gorengan berita ini begitu viral. Mulai dari prasangka pembebasan napi koruptor dan rasa tidak aman masyarakat karena semakin banyaknya criminal yang ‘dipulangkan’.
Prasangka yang timbul dimasyarakat sah-sah saja,akan tetapi semua itu tentu perlu kita luruskan agar tidak ada lagi kekhawatiran berlebih mengenai dampak dari kebijakan ini. Jika kita baca lebih teliti Permenkumham nomor 10 tahun 2020 dan Kepmenkumham nomor 19.PK.01.04 Tahun 2020 mengenai syarat Narapidana yang berhak mendapat program asimilasi rumah dan teknis pengawasannya tentu kekhawatiran masyarakat bisa kita reduksi.
Pada point ke-3 (Tiga) Kepmenkumham terkait pemberian asimilasi dan reintegrasi ditengah penyebaran pandemi covid-19 telah secara jelas menjelaskan bahwa program ini tidak menyasar narapidana yang terkait PP 99 tahun 2012. Sehingga tidak ada satupun Koruptor dari 36 ribu napi yang dibebaskan dalam program ini. Sampai disini seharusnya masalah pembebasan napi koruptor sudah selesai.
Kemudian mengenai rasa khawatir masyarakat terkait banyak nya criminal yg dirumahkan tak perlu juga dibesar-besarkan. Karena Napi yang dirumahkan dalam program ini telah melalui saringan persyaratan yang ketat. Salah satu persyaratannya adalah Napi tersebut berkelakuan baik dan telah mengikuti program pembinaan dengan sungguh-sumgguh didalam Lapas. Pun Ketika mereka sudah dirumah diawasi dan di control oleh Pihak Bapas sehingga jika ada penyelewengan dan pengulangan perbuatan pidana dari napi tersebut maka akan ditarik Kembali kedalam Lapas dan akan mendapat Pidana baru sesuai dengan perturan perundang undangan yang berlaku.Jadi Napi tersebut tidaklah bebas sebebas bebasnya.Dan disini dituntut juga peran masyarakat untuk melaporkan jika mengetahui adanya penyelewengan.
Jika kita Tarik lebih jauh lagi tentang system pemasyarakatan dalam UU No 12 tahun 1995 kita akan mendapatkan perbedaan yang sangat mencolok antara penjara dan pemasyaraktan. Penjara yang mengadopsi sistim Belanda menekankan Balas dendam dan penjeraan bagi pelanggar hukum. Adapun pemasyarakatan menitik beratkan kepada pembinaan dan penyadaran kepada pelangar hukum serta menyiapkan mereka agar bisa menjadi manusia seutuhnya ditengah tengah masyarakat. Dalam sistim pemasyarakatan pembinaan secara umum dibagi menjadi dua. Pembinaan didalam Lapas dan Pembinaan diluar lapas dalam bentuk program Reintegrasi dan Asimilasi.
Pembinaan di dalam Lapas yang juga menjadi salah satu syarat narapidana bisa mendapatkan program Asimilasi dan integrasi duluar lapas terbagi menjadi dua. Yaitu pembinaan mental kepribadian dan Pembinaan kemandirian.
Sebagai contoh Di Lapas Klas II A Sumbawa Besar pembinaan Mental Kepribadian menggunakan pendekatan Keagamaan. Dengan penghuni yang 98% Muslim,Kalapas Sumbawa Besar mencanangkan Program Pembinaan Metode Solati. Dengan Mewajibkan Semua Napi beragama islam untuk solat berjamaah 5 waktu baik di masjid dan di kamar hunian. Bukankah solat itu mencegah perbuatan keji dan munkar?
Selain itu dicanangkan pula program pemberantasan buta huruf hijaiyah,program pengajian umum keagamaan,program khataman alquran,program paket A,B,C. Kemudian dalam pembinaan Kemandirian bekerja sama dengan Pemda sumbawa dilakasanakan pelatiah montir junior,pertukangan,perkebunan dan pertanian,dan keterampilan Las. Begitu banyak program yang dilaksanakan demi mempersiapkan agar para Napi Ketika pulang kerumahnya menjadi pribadi yang jauh lebih baik.
Setiap kegiatan yang dilaksanakan dikontrol dan diawasi oleh petugas Lapas. Dan narapidana diberikan raport untuk mengontrol perkembangan pembinaan yang dijalani. Kalapas Sumbawa H.M.Fadli dalam satu kesempatan menjelaskan “semakin banyak program positif yang dijalankan oleh napi akan menekan pikiran pikiran negative. Hidup ini terdiri dari dua sisi,gelap dan terang. Jika kita tidak menyalakan pelita dengan kegiatan positif maka kegelapan akan menyelimuti hidup kita”.
Akhirnya, program asimilasi dan integrasi 36.000 napi bukanlah sebuah kebijakan yang tanpa didasari pemikiran matang dan konsep yang jelas. Program ini juga bukan akhir dari tanggung jawab negara terhadap napi. Tapi merupakan babak baru kehidupan social yang lebih kompleks bagi mantan narapidan unutk mengaplikasikan pembinaan yang telah didapat didalam lapas agar menjadi pribadi yang jauh lebih baik ditengah masyarakat.
Untuk diketahui Khusus Lapas Klas II A Sumbawa Besar dengan daya tampung 250 narapidana dan dihuni oleh 608 Napi dan tahanan (per 31 maret 2020), sampai dengan tanggal 15 april 2020 telah mengasimilasikan 112 Narapidana dirumahnya. Dan sampai saat ini belum ada laporan terkait adanya napi yang berulah Kembali.