Jakarta, kabarsumbawa.com – Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengabulkan uji materi terkait verifikasi parpol dalam Pasal 173 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang berarti semua partai politik harus mengikuti verifikasi faktual oleh KPU.
Sementara saat ini KPU hanya melaksanakan verifikasi faktual terhadap peserta pemilu baru yang mendaftar untuk pemilu 2019. Konsekuensi keputusan MK ini menambah kerja bagi KPU karena harus melakukan verifikasi faktual 12 partai lainnya. Dan ini membutuhkan waktu berbulan-bulan.
Menyikapi hal tersebut, anggota komisi II DPR Luthfi A Mutty menyatakan, segala keputusan MK itu merupakan putusan yang tetap dan mengikat. Maka sejatinya keputusan ini harus segera dilaksanakan oleh KPU.
“Hanya saja dalam pelaksanaannya, kita jangan bertabrakan dengan ketetapan aturan yang lain,” katanya saat ditemui di sela Rapat Komisi II dengan KPU, di Kompleks Parlemen, Senin (15/1/2018).
Karena, terang Luthfi, dalam UU No 7 Tahun 2017 diamanatkan kepada KPU untuk mempersiapkan tahapan pemilu 2019 selama 14 bulan sebelum hari pelaksanaan yakni bulan Februari 2018. Konsekuensinya, penetapan partai politik peserta pemilu semestinya pada tanggal 17 Februari 2019.
Dia melanjutkan, keputusan MK tentunya akan menimbulkan implikasi yang tidak sedikit dalam penerapan tahapan pemilu. Salah satunya ketercukupan tenggat waktu saat melakukan verifikasi faktual kepada seluruh partai politik peserta pemilu 2014 yang saat ini telah mendudukkan perwakilannya di Senayan.
“Tentunya ini menjadi pertanyaan kami di Komisi II kepada KPU, apakah kira-kira cukup atau tidak mengejar verifikasi faktual tersebut hingga bulan Februari 2018. Apalagi dengan wilayah cakupan yang sangat luas dan entitas yang banyak pula,” tutur Legislator dapil Sulawesi Selatan III.
Luthfi menjelaskan untuk menemukan titik temu terkait pembahasan ini maka rencananya Komisi II akan segera melakukan raker dengan Mendagri, KPU, Bawaslu maupun Mahkamah Kontitusi (MK). Dia berharap tidak ada deadlock dalam rapat tersebut agar ada kejelasan bagi penyelenggara pemilihan umum.
“Makanya, perlu kehati – hatian, jangan sampai bermaksud melaksanakan aturan malah melanggar aturan yang lain,” tegasnya.
Agar persoalan verifikasi faktual ini tidak terulang dalam pemilu berikutnya, Luthfi menyarankan dalam kerja KPU selama satu periode (lima tahun) tidak hanya bekerja dalam ranah pemilihan umum semata tetapi juga pemutakhiran terhadap data administrasi partai politik.
“Jika ada perubahan struktur kepengurusan dari tingkat cabang hingga pusat selain dilaporkan Kementerian hukum dan HAM, Kemendagri perlu juga ditembuskan ke KPU. Jadi data di KPU terupdate terus, sehingga ke depan tidak perlu ada lagi namanya verifikasi faktual. Cara ini bisa membuat partai politik di Indonesia ini semakin dewasa dan modern,” pungkas Luthfi.