Sumbawa—Para narapidana (Napi) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Sumbawa Besar, mengeluhkan penyakit gatal-gatal, batuk dan sesak napas akibat tercemar limbah tumpi PT Seger Raya yang berada sekitar kurang dari 100 meter di bagian timur Lapas.
Para napi mengaku menderita penyakit gatal-gatal sejak dua tahun terakhir. Contohnya di blok Asoka, mengaku mengalami penyakit gatal-gatal dan sesak napas akibat menghirup ataupun terpapar limbah tumpi hasil pengeringan dan pembersihan jagung oleh PT Seger Raya.
“Kami mencatat ada 50 orang yang terkena penyakit gatal-gatal dan sesak napas karena terpapar tumpi. Itu masih di blok Asoka tempat saya sekarang. Tapi di blok lain juga begitu,” terang salah seorang narapidana, Muhammad Taufan atau yang akrap disapa topan.
Topan menegaskan, jika limbah tumpi PT Seger Raya tidak disedot dan perusahaan tersebut tidak memberikan pengobatan kepada para warga binaan yang terkena dampak limbah, maka warga binaan meminta pemerintah harus menghentikan aktifitas perusahaan dan memberikan kompensasi kesehatan bagi warga binaan yang terkena dampak.
Pihak Lapas kelas II A Sumbawa juga tidak tinggal diam terhadap masalah ini. Pada bulan Mei tahun 2014 lalu, pihaknya telah melakukan kesepakatan dengan Dikretur PT Seger Raya, Frans. Di dalam surat pernyataan oleh Direktur PT Seger Raya, terulis empat point yang diantaranya mengakui bahwa lingkungan Lapas Sumbawa terganggu akibat aktifitas pabrik, dalam hal ini keamanan, kesehatan, ketertiban dan mencemari lingkungan dalam Lapas dan sekitarnya.
PT Seger Raya juga menyanggupi untuk mencari solusi terbaik untuk memperbaiki atau meredam suara bising mesin, menekan menebarnya limbah tumpi sehingga tidak menganggu lingkungan Lapas dan warga binaan di dalamnya.
Tidak hanya itu, PT Seger Raya juga menyatakan akan secara berkala mengecek dalam lingkungan LApas dan komplek permukiman di sekitarnya untuk mengetahui adanya perubahan kebisingan mesin dan limbah pabrik. Serta tetap berkoordinasi dan komunikasi dengan pihak Lapas.
Hanya saja di point keempatnya, tidak ada kompensasi berupa materil atau dalam bentuk apapun dalam pemulihan lingkungan, meredam suara bising mesin, menekan penebaran limbah pabrik atau tumpi milik PT Seger Raya.
Kalapas Sumbawa
Kalapas, Rahmat Mulyono, kepada wartawan, Senin (08/06/2015) angkat bicara dan mengaku geram atas sikap PT Seger Raya yang dinilai tidak mengindahkan pernyataan yang dibuat oleh mereka (Direktur PT Seger Raya, red).
Ia mengutarakan, aktifitas mesin PT Seger Raya telah menganggu keamanan dan ketertiban di Lapas. Sehingga selain para petugas sipir Lapas bekerja tidak benar dan tertanggu, para warga binaan juga terganggu kenyamanan maupun kesehatannya. Bisa saja terjadi penggergajian dan pembobolan oleh para warga binaan.
“Warga binaan ada yang gatal-gatal dan batuk-batuk dari menghirup limbah tumpi. Kesehatan yang terganggu juga berakibat kepada psikologi warga binaan,” katanya.
Rahmat menegaskan, agar kebisingan mesin dan limbah pabrik harus diminalisir. Karena ditakutkan akan ada aksi brutal dari para warga binaan.
Pihak PT Seger Raya yang dikonfirmasi melalui Wakil Pimpinan Cabang, Ferry, mengkonfirmasi bahwa perusahaan terus mencari cara agar suara mesin dapat diredam. Upaya tersebut pun tidak bisa dilakukan langsung sempurna. Namun pihaknya tetap berusaha maksimal dan hasilnya suara bising mesin sudah berkurang.
Selain itu, pihaknya bekerja di Sumbawa untuk membantu para petani dan masyarakat di Sumbawa bahkan di hari minggu pun perusahaan tetap bekerja melayani supir dan petani yang dijadikan profesi.
“Upaya dan solusi terus kita cari. Kita sudah meminimalkan, suara bising sudah berkurang, debu juga sudah berkurang. Itu yang sudah kita lakukan, hanya tidak bisa sempurna,” ujarnya.
Menurutnya, perusahaan hanya beraktifitas selama enam bulan karena menunggu masa panen. Di PT Seger, hanya melakukan pengeringan dan pembersihan butir jagung bukan pabrik produksi.
Mengenai adanya kesepakatan dengan Lapas yang ditandatangani oleh Direkturnya (Frans,red) Ferry berdalih bahwa pimpinannya selaku aktif berkunjung ke Lapas.
Ferry juga mengajak wartawan untuk melihat langsung proses pengeringan yang dilakukan di mesin. Diketahui bahwa limbah tumpi juga dimasukan ke wadah khusus yang kemudian dikumpulkan ke dalam karung. Limbah yang telah dimasukan ke dalam karung tersebut lalu diangkut menggunakan kendaraan khusus untuk dibakar di lokasi milik PT Seger Raya yang tidak jauh dari gudang.
Demikian pula dengan para buruh pabrik yang mengaku tidak pernah mengalami gatal-gatal atau pun batu sesak napas akibat terkena limbah tumpi. “Paling sakit karena kecapean, wajar manusia bisa capek,” kata Ferry. (KN)