Jakarta, Kabar Sumbawa – Kesalahan tata kelola dan kebijakan migas selama lebih dari 15 tahun ditandai dengan tidak dibangunnya kilang meski bebutuhan BBM terus meningkat. Akibatnya, impor BBM terus meningkat dan kini sekitar 60 persen kebutuhan BBM harus diimpor.
“Memang, margin kilang relatif rendah (bila dibanding sektor hulu). Namun ada manfaat besar yang bisa didapat jika Indonesia membangun kilang: menciptakan lapangan kerja dan multiplier effect yang besar,” demikian disampaikan oleh anggota Komisi VII DPR Kurtubi usai mengisi acara di TV Parlemen, Selasa (27/9), melalui pesan singkatnya.
Kurtubi menjelaskan, pada saat keuntungan sektor hulu anjlok karena harga crude oil yang rendah, justru keuntungan kilang minyak/hilir secara relatif meningkat. Tidak hanya itu, kondisi tersebut juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap total profit perusahaan minyak yang terintegrasi (bergerak dari hulu sampai hilir) seperti Pertamina.
“Kini keuntungan Pertamina dalam semester I/2016 sekitar US$1.5 milyar yang sebagian besar berasal dari sektor hilir. Oleh karena itu saya mendukung program swasembada BBM dengan meningkatkan kapasitas kilang BBM melalui upgrading kilang existing (yang masih ada-red) dan membangun kilang baru yang lokasinya mestinya mempertimbangkan efisiensi biaya distribusi BBM,” tambahnya.
Namun politisi NasDem ini mengingatkan, karena kilang baru yang dibangun harus mengolah crude oil impor, diperlukan lokasi yang bisa dilalui oleh tanker raksasa. “Salah satu lokasi yang tepat untuk kilang baru adalah di Lombok karena Selat Lombok yang lebar (45 km) dan dalam (5 km),” tutupnya (adm)