Sumbawa Besar, Kabarsumbawa.com – Lakpesdam PCNU Sumbawa kembali melakukan langkah strategis dalam mendorong pencegahan perkawinan anak melalui pelatihan yang dilaksanakan di Desa Pulau Bungin, Rabu (11/12/2024) Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan (P3PD).
Kegiatan ini menjadi wujud nyata sinergi antara pemerintah desa, organisasi masyarakat, dan masyarakat lokal dalam meningkatkan kesadaran tentang dampak negatif perkawinan anak.
Dalam sambutannya, Ketua Lakpesdam PCNU Sumbawa, Muhazi Ramadhan, menegaskan bahwa perkawinan anak merupakan ancaman serius terhadap pembangunan generasi muda.
“Perkawinan anak bukan hanya melanggar hak anak, tetapi juga menghentikan masa depan mereka. Anak-anak kita seharusnya mendapatkan kesempatan untuk belajar, bermain, dan mengembangkan diri tanpa harus dibebani tanggung jawab rumah tangga di usia yang terlalu dini,” tegasnya.
Muhazi juga menyampaikan bahwa edukasi menjadi langkah awal yang penting untuk mengubah pola pikir masyarakat.
“Kami di Lakpesdam percaya bahwa perubahan dimulai dari pengetahuan. Dengan memahami bahaya perkawinan anak dari segi kesehatan, pendidikan, dan sosial, masyarakat dapat mengambil keputusan yang lebih bijak untuk masa depan anak-anak mereka,” ujarnya.
Lebih lanjut, Muhazi mengajak seluruh peserta untuk mengambil peran aktif dalam upaya pencegahan.
“Ini bukan tugas pemerintah atau lembaga tertentu saja. Kita semua, baik sebagai orang tua, pendidik, maupun tokoh masyarakat, memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan anak-anak kita tumbuh dalam lingkungan yang mendukung masa depan mereka,” tambahnya.
Komitmen Pemerintah Desa Pulau Bungin
Kepala Desa Pulau Bungin, Jaelani, S.H., turut memberikan sambutan dengan penuh semangat. Ia menyatakan bahwa perkawinan anak menjadi salah satu isu penting yang harus segera ditangani.
“Sebagai desa yang memiliki populasi padat, kami sering menghadapi berbagai tantangan sosial, termasuk kasus perkawinan anak. Masalah ini tidak bisa dianggap sepele, karena dampaknya sangat luas, baik bagi anak, keluarga, maupun masyarakat,” ungkap Jaelani.
Jaelani juga menegaskan pentingnya partisipasi masyarakat dalam mendukung program ini.
“Saya yakin, dengan dukungan dari semua pihak, kita dapat menciptakan Desa Pulau Bungin yang lebih baik. Desa ini bukan hanya tentang angka populasi yang besar, tetapi juga tentang kualitas generasi mudanya. Kami akan terus mendukung program-program edukasi seperti ini, karena kami percaya bahwa anak-anak adalah aset terpenting desa,” katanya.
Selain itu, Jaelani memberikan apresiasi khusus kepada Lakpesdam NU Sumbawa atas inisiatifnya.
“Kami sangat berterima kasih kepada Lakpesdam PCNU Sumbawa yang telah memilih Pulau Bungin sebagai lokasi kegiatan ini. Ini adalah bentuk perhatian yang sangat berarti bagi masyarakat kami,” ujarnya.
Pesan Motivasi untuk Masyarakat
Sebagai penutup, baik Muhazi Ramadhan maupun Jaelani, S.H., menyampaikan pesan motivasi kepada peserta pelatihan:
Muhazi Ramadhan : mari bersama-sama memutus mata rantai perkawinan anak. “Kita ingin generasi berikutnya menjadi lebih cerdas, sehat, dan mampu bersaing. Masa depan mereka adalah tanggung jawab kita semua.”
Jaelani, S.H.: “Jika kita ingin desa kita maju, kita harus melindungi anak-anak kita. Mereka adalah masa depan desa ini. Mari kita dukung anak-anak kita untuk bermimpi besar dan mewujudkannya tanpa terbebani oleh pernikahan dini.”
Dengan semangat dan komitmen yang kuat, pelatihan ini diharapkan menjadi langkah awal untuk menciptakan Desa Pulau Bungin sebagai desa ramah anak dan menjadi contoh bagi desa-desa lainnya di Kabupaten Sumbawa.
Kepala UPT Puskesmas Alas, Dr. Is Mustaqiem, memberikan paparan mendalam tentang risiko kesehatan yang dihadapi anak-anak yang menikah dini.
“Perkawinan anak memiliki dampak yang serius, terutama pada kesehatan reproduksi. Anak yang belum siap secara fisik berisiko mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, hingga kematian ibu dan bayi,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang siklus kesehatan reproduksi. “Anak-anak perlu dilindungi dari risiko ini dengan cara memberikan akses pendidikan yang baik dan lingkungan yang mendukung pertumbuhan mereka,” tambahnya.
Camat Alas, Hizbullah, S.Sos., memaparkan pentingnya pendekatan kebijakan dan peran pemerintah dalam mencegah perkawinan anak.
“Pemerintah telah mengatur usia minimum pernikahan melalui regulasi yang ada, tetapi implementasinya membutuhkan peran aktif masyarakat. Tanpa dukungan komunitas, kebijakan hanya akan menjadi dokumen tanpa hasil nyata,” tegas Hizbullah.
Ia juga menambahkan bahwa program-program pemberdayaan masyarakat harus diintegrasikan dengan edukasi tentang perlindungan anak. “Melalui kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat seperti Lakpesdam NU, kita bisa membangun kesadaran yang lebih luas,” ujarnya. (KS)