Sumbawa Besar, Kabarsumbawa.com – Memasuki musim kemarau, warga Desa Labuhan Ijuk, Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat semakin kesulitan mendapatkan air bersih. Pasalnya, desa ini hanya menggunakan satu sumur air tanah sebagai sumber mata air yang dikelola pemerintah desa.
Jarak sumber mata air sumur gali bantuan pemerintah itu dari pusat desa sekitar 3 kilometer berlokasi di dekat pegunungan. Air dialiri menggunakan pipa hingga ke rumah warga.
“Debit air semakin kecil karena kemarau. Digilir selang sehari per rumah dapat air. Jadwalnya pukul 2 sampai 3 dini hari dan kadang berubah siang pukul 10.00 hingga 12.00 Wita,” kata Hanasia (63) warga setempat.
Ia mengaku menampung air dengan beragam alat seperti jerigen, drum, ember, bak, panci, hingga bong yang terbuat dari tanah liat. Untuk kebutuhan air minum dan memasak, ia bersama warga lainnya harus membeli air galon dengan harga Rp 5 ribu.
“Saya beli air galon Rp 10 ribu untuk dua hari. Karena di rumah saya berdua dengan suami saja. Anak saya punya rumah masing-masing. Kebutuhan air bertambah setiap ada acara atau datang tamu,” sebut Hanasia.
Sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk air sumur bor yang dikelola pemerintah desa, warga membayar bervariasi dari Rp 25 ribu hingga Rp 50 ribu tergantung pemakaian per bulan.
Sementara, Masnati (46) mengaku membeli air galon hingga Rp 25 ribu per hari. “Saya jualan nasi, jadi banyak kebutuhan air bersih. Memasuki musim kemarau sekarang ini, debit air sumur bor semakin sedikit,” katanya.
Beberapa warga berinisiatif memiliki sumur sendiri walaupun air tersebut asin. Air asin digunakan untuk mandi dan cuci kakus ketika tidak ada air sumur yang dikelola pemerintah desa keluar.
“Saya mandi air asin. Ya, gimana lagi air bersih sumur tidak tiap hari. Harga air galon juga cukup mahal jika dipakai untuk mandi,” ujar Masnati
Muhammad Saleh MJ (62) Kades Labuhan Ijuk mengakui kesulitan air bersih semakin parah saat musim kemarau.
“Jumlah penduduk kami semakin bertambah total 1.674 jiwa, kebutuhan air bersih per hari hingga 10.000 kubik. Sedangkan air sumur terbatas belum cukup penuhi kebutuhan,” kata Saleh.
Jika memasuki puncak kemarau nanti Agustus hingga Oktober warga bisa membeli air bersih hingga Rp.50 ribu per hari.
Menurutnya, sudah diajukan ke tingkat kabupaten untuk air dari perusahaan daerah air minum (PDAM) tetapi belum ada tindak lanjut.
“Kami harap pemda segera menjawab dan membantu kami terkait persoalan air bersih. Karena air adalah kebutuhan pokok bagi kami,” sebut Saleh.
Selain itu, pemerintah desa juga sudah menyiapkan lahan untuk bantuan sumur bor tetapi hingga kini belum ada tindak lanjut realisasi dari pemerintah.
Ada juga warga yang membuat sumur agak jauh dari rumahnya karena tidak memungkinkan jika dibangun di dalam pemukiman karena air asin.
“Ada beberapa warga punya sumur air payau, tetapi untuk kebutuhan sendiri. Airnya tidak bisa dibagi ke semua warga,” ujar Saleh.
Solusi lainnya yang biasa dilakukan warga adalah dengan menampung air hujan menggunakan drum atau bak penampung namun solusi itu tidak lagi relevan karena intensitas hujan tahun 2023 ini berkurang akibat anomali cuaca ekstrem.
“Masyarakat harus merogoh kocek yang cukup dalam untuk mendapatkan air bersih jika dikalkulasi per bulan,” jelas Saleh.
Ia mengakui, pemerintah daerah melalui BPBD juga menyalurkan bantuan air bersih bagi kebutuhan warga tetapi saat puncak kemarau pada September hingga Oktober nanti jadwalnya bergiliran dengan desa lain.
Terpisah Kepala BPBD Sumbawa Nur Hidayat menyampaikan, respon cepat wajib dilakukan ketika ada keluhan warga terkait kebutuhan air bersih saat musim kemarau seperti sekarang ini.
“Kami sudah turun distribusikan air bersih dengan kendaraan armada,” kata Nurhidayat.
Respon ini sambungnya, tidak lepas dari instruksi langsung dari Bupati dan Wakil Bupati Sumbawa, setiap ada keluhan masyarakat dan memungkinkan untuk diakomodir harus bergerak dan merespon cepat membantu masyarakat. (KS)