Oleh : Lisa Destia Cahyani
Mahasiswa Semester Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Samawa
Sumbawa Besar, Kabarsumbawa.com – Pilkada serentak atau pemilihan Bupati dan wakil Bupati 2020 akan segera dilaksanakan. Sebelum pelaksanaan pemilihan biasanya diawali dengan pengenalan calon Bupati maupun Wakil Bupati yang akan mencalonkan diri sebagai pemimpin Kabupaten Sumbawa. Adapun penyaluran janji yang nantinya dijanjikan kepada masyarakat akan dilaksanakan disalurkan melalui kegiatan kampanye. Kampanye merupakan kegiatan yang dilakukan oleh para calon sebagai sarana komunikasi, pengenalan diri, mendapatkan dukungan, memaparkan visi misi, rencana program apabila terpilih, dan utamanya sebagai sarana pendidikan politik. Dalam pasal 77, UU No. 8 Tahun 2012 dinyatakan, kampanye pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggungjawab. Bertanggungjawab berarti kampanye dilaksanakan sesuai ketentuan berlaku. Dan, setiap janji dalam kampanye dapat dipertanggungjawabkan setelah terpilih.
Dalam kampanye biasanya menjadi ajang untaian janji-janji manis dari masing-masing paslon pemimpin daerah yang berjanji akan mensejahterahkan seluruh masyarakatnya, janji yang diucapkan terasa menarik perhatian masyarakat untuk memilih. Sehingga janji menjadi alat yang efektif untuk mempengaruhi masyarakat dan pada akhirnya setelah terpilih, semua janji yang diucapkan terlupakan dan menjadi untaian janji-janji palsu. Berbagai janji yang biasanya diucapkan yaitu mengurangi pengangguran dengan menciptakan lapangan kerja, serta membangun infrastruktur jalan, jembatan, PLN, air, dan lain sebagainya sehingga dapat memudahkan segala kegiatan masyarakat. Tetapi itu hanyalah untaian janji-janji palsu yang menggugah selera untuk memilih pemimpin yang dianggap tepat, padahal faktanya selama lima tahun menjabat sebagai kepala Negara ataupun kepala daerah tidak terlihat adanya perubahan dari jalan-jalan rusak yang ada di beberapa desa juga jembatan penyebrangan. Lalu kemana janji yang diuntaikan oleh para pemimpin pemerintah sebelum menjabat? Sebagai masyarakat, ob¬jek yang dipimpin, masya¬rakat semestinya mencatat, mengawal, dan meng¬evalua¬si janji-janji calon pemim¬pin. Berapa janji yang dita¬bur¬kan, berapa janji yang sudah ditepati, apa kendala untuk mewujudkan janji itu, dan sebagainya.
Akan tetapi, selama ini jangankan untuk mengawal janji itu, kita malah abai dan lupa terhadap janji-janji dan siapa yang berjanji. Inilah yang menyebabkan kita terus tertipu dari satu Pemilu ke lain penderitaan. Atau mung¬kin sejatinya kita tidak lupa, tetapi iming-iming sejumlah uang menjelang Pemilu yang dibagikan oleh tim sukses calon pemimpin membuat kita lupa. Sejak dulu saya percaya, bahwa uang adalah salah satu faktor utama penyebab amnesia. Uang bisa membuat otak kita cedera sehingga kita lupa segalanya. Tanpa menyadari bahwa kita sedang dijajah dan dibodohi oleh teman satu Negara kita sendiri.Sungguh miris Negara kita ini apabila kita diam saja dan hanya menjadi patung dan boneka yang dipermainkan oleh sang pemimpin.
Padahal janji adalah sebuah hutang yang harus di bayar. “Kata Nabi SAW, Al wa’du dainun. Janji adalah hutang, dan harus dibayar” . apabila kita berjanji dan tidak ditepati maka akan menjadi dosa besar dan kelak apabila ia meninggal maka arwahnya akan mengambang antara langit dan bumi.
Masyarakat membutuhkan kerja nyata dari seorang pemimpin, sekali bicara langsung bertindak atau kalau boleh tutup mulut dan bekerja. Negeri ini membutuhkan pemimpin yang jujur dan kompeten mengurus negara. Juga harus memiliki visi dan kompetensi dalam mengurusi negara. Kehancuran suatu negara tidak terjadi karena pemimpin yang tidak pintar melainkan karena pemimpin yang tidak jujur. Negeri ini akan hancur jika pemimpinnya suka meningkari janjinya. Sudah menjadi tugas kita semua untuk menyelamatkan Indonesia, dengan menegakan nilai-nilai keadilan dan kejujuran. Sudah tugas kita bersama untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat. Tentu untuk meraihnya, dibutuhkan dicapai pemimpin yang mempunyai sikap jujur, dan tidak pernah meningkari janjinya.
Harapannya, hal ini akan mendorong para politisi untuk membuat janji yang realistis sesuai dengan kemampuannya untuk merealisasikan dan tidak lagi mengobral janji yang sebenarnya tidak akan mampu diwujudkan. Dengan demikian, janji kampanye akan benar-benar menjadi rujukan utama bagi rakyat dalam menentukan pilihannya dalam pemilu dalam rangka menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Hanya dengan cara demikian, pemilu di Indonesia tidak hanya akan menghasilkan demokrasi prosedural tetapi juga demokrasi substantif.
Artiker diatas untuk memenuhi tugas mata kuliah teknis penulisan artikel dan faeture oleh penulis