Minggu, Februari 16, 2025

Pilkada NTB Cerminan Masyarakat yang Mampu Tembus Batas Primordialisme dan Kesukuan

kabarsumbawa.com – Hasil Pilgub NTB 2018 yang berdasarkan quick count dan real count menempatkan pasangan Zul-Rohmi memimpin dengan perolehan 30 persen lebih, mengindikasikan pemilih NTB cerdas dalam menentukan pilihan. Artinya masyarakat NTB tidak lagi bicara tentang Primordialisme, suku dan etnis.

“Hasilnya kita sama-sama tahu bahwa berdasarkan quick count dan real count pasangan Dr.Zul dan Dr. Hj. Rohmi memenangkan itu dengan 30 persen ke atas. Dan itu angka yang luar biasa untuk pasangan nomor 3, dengan sebaran etnis di NTB yang beraneka ragam,” kata Dr. Lahmuddin Zuhri, Sh., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum Universitas Samawa (UNSA), di ruang kerjanya Sabtu (07/07).

Menurutnya, hasil sementara Pilgub NTB mencerminkan pemilih NTB sudah rasional dalam menentukan pilihan, untuk menjawab kebutuhan dan tantangan NTB kedepan. “Artinya, bahwa masyarakat NTB sekarang tidak lagi bicara tentang primordialisme, tentang kesukuan. Tapi sudah menembus batas ruang itu. Artinya orang Sumbawa tidak harus memilih orang Sumbawa, orang Lombok tidak harus memilih orang Lombok, begitu juga Mbojo. Ini terlihat dari hasil Dr.Zul di kabupaten/kota. Posisinya, kalau tidak nomor satu, ya nomor dua. Artinya masyarakat NTB sudah cukup rasional dalam menetukan pilihan. Artinya mereka sudah dapat menentukan pilihan untuk menjawab tantangan NTB kedepan,” jelasnya.

Selain itu, partisipasi pemilih dalam Pilgub NTB khususnya di Sumbawa juga menjadi cerminan kinerja penyelenggara yang patut diapresiasi. Berdasarkan angka, partisipasi masyarakat sudah meningkat dan antusias. Terbukti salah satu kecamatan mencapai 80 persen pemilih.

“Ini luar biasa. Karena pemili kita luar biasa antusiasnya. Partisipasi masyarakat kita bahkan ada yang mencapai angka 80 persen di Moyo Utara misalnya. Artinya tingkat kepedulian dan partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap kinerja penyelenggarandalam hal ini KPU-Panwas,” jelasnya.

Kolasisi Daerah-Pusat Belum Pasti Simetris

Menurutnya, Pasangan Zul – Rohmi yang  merupakan pasangan dari usungan PKS – Demokrat, dapat menjadi cerminan koalisi 2019. Namun berkaca dengan Pilkada didaerah lain, idiologi parpol tidak mencerminkan koalisi.

Diungkapkan, idiologi partai saat ini tidak mencerminkan gerkaan yang dilakukan oleh partai itu sendiri. Sehingga koalisi di daerah tidak dapat disimetriskan dengan koalisi dan peta politik pusat.

“Daerah-daerah tertentu, ada yang PKS bersitegang dengan PDI-P,  tapi ada juga daerah yang bersinergi. Ada juga PKS bermesraan dengan Gerindra, didaerah lain ada yang bersebelahan,” ungkapnya.

Dijelaskan, idiologi partai politik di Indonesia saat ini hampir buyar. Sebab polarisasi partai ditentukan oleh pemilih dan ditentukankan oleh tokoh yang dimunculkan oleh partai.

“Idiologi partai hari ini hampir tidak terliihat sama sekali. Artinya polarisasi idiologi partai tidak ditentukan oleh garis politik partai. Tapi polarisasi partai itu sangat ditentukan oleh arah pemilih. Arah tokohnya. Apabila tokohnya ke kiri maka partai akan ke kiri. Apabila pemilih ke kanan maka partainya akan ke kanan,” tegasnya.

Seharusnya, partai politik menggiring tokoh, menggiring pemilih untuk mengikuti idiologi partai. “Tapi hari ini tidak. Idiologi itu sangat lemah dalam kaderisasi partai. Seharusnya pemilih itu memilih karena idiologi partai, kemudian seharusnya partai memilih figur karena idiologi partai. Artinya sekarang kabur. Tidak ada partai politik yang berbasis idiologi,” ujarnya.

Dicontohkan,  partai berbasis agama dan Nasionalis seharusnya nemiliki pemilih dan figur sendiri. Namun hal tersebut tidak terlihat lagi dalam kondisi dan peta politik nasional dan daerah.

Misalnya partai berbasis agama. Seharusnya dengan pemilih seperti ini, kemudian akan memilih calon pemimpin agamais yang seperti apa. Kemudian partai nasionalis juga. Tapi ini nggak, sudah buyar. Garis idiologi partai sekarang sudah benar-benar akan bubar,” katanya ketus.

Dukungan Pribadi TGB ke Jokowi

Ia menilai, pernyataan dukungan Tuan Guru Bajang (TGB) yang mendukung Joko Widodo memimpin Indonesia dua periode merupakan pernyataan pribadi. “Kalau hari ini, TGB mendukung Jokowi dua periode mungkin ada hal lain yang dilihat oleh TGB.  Dan itu bukan mewakili mayoritas masyarakat NTB, bukan mewakili NW. Itu adalahbpernyataan TGB sebagai pribadi,” katanya.

Ditafsirkan, dukungan tersebut karena TGB melihat ke-khasan dari Joko Widodo. Namun pernyataan tersebut masih memerlukan telaah lebih mendalam.
“Saya melihat, mungkin TGB melihat hal yang khas dari Jokowin sehingga mengeluarkan pernyataan seperti itu. Pertanyaannya adalah apakah ini pernyataan politik,pernyataan retoris. Atau jangan-jangan bukan pernyataan TGB. ini harus dibedah lagi,” ungkapnya.

Menurutnya, kepantasan Joko Widodo untuk memimpin Indonesia dua periode sangat ditentukan oleh kualitas Jokowi itu sendiri. “Karena politik kita adalah politik yang melihat figur, melihat elektabilitas, kemudian melihat segmentasi pemilih arahnya kemana,” ujarnya.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

Most Popular