Sumbawa Besar, Kabar Sumbawa – Sungai Brang Biji merupakan sungai Utama yang mengalir melewati Kota Sumbawa besar dan termasuk salah satu sungai yang rawan terjadi banjir. Tercatat Peristiwa banjir pernah terjadi pada April 2001, kemudian Januari sampai Februari 2006 dan pada Februari 2017. Banjir mengakibatkan terendamnya rumah penduduk dan kerusakan prasarana Sumber Daya Air yang ada.
Nah, Terkait hal tersebut, Bupati Sumbawa H.M. Husni Djibril, B.Sc dalam sambutannya di Workshop Restorasi Sungai Brang Biji berbasis Kearifan Lokal dan Berwawasan Lingkungan pada Rabu pagi (21/3) di Aula Hotel Tambora Sumbawa Besar mengatakan diperlukan restorasi Sungai Brang Biji.
“Restorasi sungai merupakan kegiatan pemeliharaan dan rehabilitasi terhadap lingkungan sungai untuk mengembalikan fungsi alami sungai agar keasrian dan kemanfaatannya dapat dinikmati oleh masyarakat.” Imbuh Bupati.
Kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai) lanjut Bupati, sering diawali oleh kerusakan hutan akibat alih fungsi menjadi pemukiman, perkebunan atau pertanian, dengan atau tanpa tindakan konservasi tanah dan air. Kerusakan DAS sangat ditentukan, dipengaruhi dan dipicu oleh kerusakan yang terjadi di bagian hulunya tanpa mempertimbangkan kemampuan dan kesesuaian lahan.
Dimana, Indikator kerusakan yang dapat digunakan antara lain adalah erosi, sedimentasi, fluktuasi debit sungai, dan produktivitas lahan.
Kondisi tersebut juga terjadi di sungai brang biji yang sangat urgen untuk di tangani.”
Selain itu, isu pokok dalam pengelolaan sungai brang biji adalah ketergantungan penduduk terhadap lahan yang cukup tinggi di das brang biji. Adapun luas das brang biji sebesar 209,79 km2, dengan panjang sungai utama 31,36 km. Hulu sungai berada di olat batupisak desa batudulang. Bagian tengah sungai mulai dari desa karekeh dan pelat sampai dengan desa umasima. Sedangkan hilir sungai mulai dari desa umasima sampai muara di teluk sumbawa.
“Saya berharap melalui kegiatan Workshop ini bisa diperoleh rumusan pengelolaan DAS Brang Biji yang berwawasan lingkungan melalui pendekatan kearifan lokal, karena kita mempunyai keprihatinan dan kepedulian yang sama terhadap berbagai tantangan, hambatan dan ancaman yang dihadapi dalam pengelolaan DAS” tegasnya.
Pencemaran air sungai, kerusakan daerah tangkapan air dan okupasi atau perambahan lahan merupakan isu atau permasalahan yang mengemuka yang harus segera dicarikan jalan keluar melalui suatu rumusan rencana aksi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Degradasi kualitas suatu DAS dapat membawa dampak terhadap aspek sosial ekonomi masyarakat secara keseluruhan.
“Sesuai dengan tema hari air sedunia tahun ini, yaitu nature for water, diharapkan masyarakat agar memperhatikan 3 aspek secara menyeluruh dalam memanfaatkan sumber daya alam seperti sungai ini, yakni: aspek kelestarian lingkungan, aspek sosial budaya, serta aspek ekonomi.” Paparnya.
Sementara itu, Kepala BWS NTB Ir. Asdin Juady, MM. MT dikesempatan yang sama menyatakan restorasi sungai merupakan kegiatan pemeliharaan dan rehabilitasi terhadap lingkungan sungai untuk mengembalikan fungsi alami sungai agar kesrian dan kemanfaatannya dapat dinikmati oleh masyarakat.
“Restorasi pada suatu ruas sungai merupakan kegiatan pemeliharaan yang berlangsung dalam jangka waktu lebih dari satu tahun dan merupakan kegiatan yang membutuhkan rancangan kegiatan yang harus direncanakan secara matang.” Pungkasnya.