Sumbawa Besar, Kabar Sumbawa—Kematian bayi prematur, putri pasangan Mahmud dan Desy di RSUD Sumbawa pada Rabu (4/1/2017) sekitar Pukul 20.30 Wita (kemarin), dipertanyakan pihak keluarga. Pasalnya dari fisik bayi yang barusia 8 hari dan telah meninggal dunia tersebut, terlihat adanya bercak-bercak kebiruan dan cenderung menghitam. Kondisi tersebut disinyalir akibat kelalaian petugas jaga pada saat bayi tersebut ditempatkan di ruangan incubator.
Selaku pihak keluarga, Ramdhan pada Kamis (5/1/2017) menemui manajemen RSUD Sumbawa untuk menanyakan perihal persaalan ini. Karena menurutnya, sang ponakan sebelum dinyatakan meninggal dunia dalam kondisi normal. Salah satu yang menjadi pertanyaan adalah hitam pada beberapa bagian tubuh yang disinyalir akibat terjadinya kelalaian petugas.
Menanggapi hal ini, dr. Diani Dinar Shanty, SPA dokter yang menanggani kelahiran putri pertama pasangan Mahmud dan Desy keduanya warga Desa Klungkung Kecamatan Batulanteh menyatakan, bayi Ibu Desy lahir pada tanggal 28 Desember 2016 dengan riwayat kelahirannya spontan dan prematur (kurang bulan), harusnya usia kehamilan 37 minggu lebih, sedangkan bayi Ibu desy usia kehamilannya hanya mencapai 29 minggu saja. Selain itu berat lahir bayi juga sangat rendah, sebagai gambaran bayi normal dilahirkan dengan berat 2500 gram, sementara bayi Ibu Desy hanya mencapai 1200 gram. Pada saat bayi lahir kondisinya tidak menangis, ketika yang dalam bahasa medisnya dikenal dengan aspiksia yang tergolong berat.
Melihat kondisi bayi tersebut, sudah dilakukan perawatan untuk menyelamatkan bayi dengan cara menghangatkan bayi, memposisikan dan lain sebagainya, hingga bayi tersebut stabil dan dapat dipindahkan ke ruang perawatan intensif, untuk bayi yang baru lahir ditempatkan di ruang khusus yakni ruang perawatan ICU, Perawatan ICU dilakukan selama 8 hari.
“Saya memegang bayi ini terhitung sejak 1 Januari 2017, pada perawatan hari ketujuh kondisi awal bayi gerak lemah, menangis lemah dan menyusunya juga lemah, sehingga pemberian susu diberikan melalui selang minum dan pada saat itu kondisi bayi nampak kuning, merintih, sesak nafas kemudian juga didapatkan kebiruan pada bibir serta bagian tangan dan kaki. Kondisi detak jantungnyapun diserta kondisi badan yang makin lama makin dingin,” ujar dr.Diani.
Untuk langkah penanganannya, kata dr. Diani, bayi tetap dihangatkan dalam incubator serta diberikan bantuan oksigen makin lama makin ditingkatkan, awalnya hanya oksigen biasa namun kemudian menggunakan oksigen yang menggunakan tekanan. Terhadap bayi juga dilakukan foto terapi dan pada hari kedepalan pukul 9.30 dipindahkan lagi dengan menggunakan oksigen dan bantuan alat karena kondisi bayi makin melemah.
Dikatakan, dalam perjalan klinisnya setengah jam setelah pemasangan alat, bayi belum menunjukkan adanya perubahan, kondisi ini tidak dapat dipertahankan hingga pada sekitar pukul 20.30 (Wita) tepatnya Hari Rabu 4 Januari 2017 bayi dinyatakan meninggal dunia. Hasil diagnosis bayi kurang bulan, berat badan rendah, aspiksia, infeksi leonatus mengenai badan, kegagalan pernafasan dan jantung serta didaptakan pendarahan dari saluran cerna dari lambungnya didapati darah berwarna kehitaman.
Ditambahkan, bagian muka bayi yang gosong menandakan adanya pendarahan pada bayi, pendarahan pertama secara umum diawali pada bagian kulit, ada bintik-bintik pendarahan makin lama makin nyata, makin masuk ke dalam pembuluh darah menjadi warna keunguan yang mengenai seluruh badan.
“Sekali lagi kami sampaikan itu bukan gosong tetapi gambaran pendarahan. Dari diagnosa pendarahan terjadi tidak pada proses kelahiran tetapi pada perjalanan klinis bayi. Upaya kedokteran disini sudah dilakukan maksimal, pada anak dengan kondisi bayi premature, secara teori sudah beresiko, dimana kondisi bayi mempunyai jaringan lemah, mudah dingin, paru-parunya tidak berkembang, pembuluh darahnya mudah rapuh dan pecah, juga jaringan otak yang belum dapat berfungsi normal,” tandasnya. (KS/002)