kabarsumbawa.com – Belakangan ini, tamu daerah sering berkunjung ke Sumbawa. Para tamu berkaliber Nasional ini datang dengan berbagai kepentingan guna pembangunan Sumbawa ke depannya. Setiap tamu datang berkunjung, selalu disuguhkan dengan Tari Nguri. Namun, banyak yang tidak mengetahui asal dan bagaimana tari nguri itu terbentuk.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporabudpar) Sumbawa, H. Hasanuddin, S.Pd menjelaskan, Nguri sendiri berasal dari kata Kuri yang merupakan bahasa melayu kuno. Artinya, kata-kata halus lembut yang digunakan untuk memberikan semangat. Kata Kuri ini biasa didengar dalam kehidupan tau samawa. ‘’Antara lain ketika seorang anak terjatuh, maka ibunya akan mengatakan “mbua kuru semangat”. Kata Kuru itu adalah Kuri sendiri,” ujar Kak Ace, akrabnya disapa.
Kata Kuri ini dahulu digunakan oleh Tau Samawa, mana kala Sultan Sumbawa tertimpa bencana ataupun mala petaka. Bahkan ketika Sultan sakit, maka masyarakat Tana Samawa secara berbondong-bondong menyampaikan Kuri. Hal ini merupakan bentuk penghormatan dan memberikan semangat kepada sang Sultan.
Tradisi Kuri ini akhirnya dijadikan salah satu kewajiban masyarakat adat Tana Samawa di masa itu terhadap Kesultanan Sumbawa. Dalam hal ini, ada delapan kewajiban adat yang dikenal dengan sebutan “Sonap Lawang Belau Balu”. Tradisi ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan secara rutin oleh masyarakat adat Kesultanan Sumbawa. Tradisi ini juga bertujuan untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Sebutan Kuri kemudian berubah menjadi Nguri. Dimana semua masyarakat mendapat tugas masing-masing untuk mempersembahkan Nguri kepada Kesultanan Sumbawa. Tradisi ini berlangsung secara berkelanjutan setiap tahunnya. Kewajiban Nguri ini masih dilakukan hingga masa pemerintahan Dea Mas Samawa, Sultan Muhammad Kaharuddin III yang merupakan Sultan Sumbawa ke-16.
Kak Ace mengatakan, perkembangan seni tari di Kabupaten Sumbawa berkembang dengan cukup pesat sejak era 1960-an. Hal ini ditandai dengan lahirnya karya-karya kelasi yang bersumber dari ide dasar adat tradisi mapun falsafah budaya Tau Samawa. Tentunya yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat maupun tradisi Kesultanan Sumbawa. Hal ini tidak luput dari pengamatan para seniman tari untuk digarap menjadi sebuah karya tari. Seperti Tari Pego Bulaeng, Tari Pangantan Barapan, Tari Kosok Kancing, Tari Mirata dan Tari Nguri itu sendiri.
Dalam hal ini, Tari Nguri ditata oleh H. Mahmud Dea Batekal, yang merupakan salah satu seniman ortodidak. Pria ini, merupakan seorang guru dan penilik kebudayaan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Dari tangannya, kemudian Tari Nguri dilahirkan dengan bentukd an cara yang sangat khas sebagai sebuah karya tari Sumbawa.
Pada era 70-an, Pemkab Sumbawa menggelar berbagai event budaya, baik di tingkat pelajar maupun dikalangan masyarakat. Biasanya, tari Nguri menjadi salah satu tarian yang wajib dipentaskan oleh peserta dalam event tersebut. Sehingga, hal ini sangat membantu perkembangan Tari Nguri di seluruh wilayah Kabupaten Sumbawa. Tari Nguri juga dikreasikan dengan baik oleh para penari maupun para seniman tari.
Tari Nguri pernah dipentaskan pada Fesitval Tarian Tradisional Indonesia di Jakarta pada tahun 1979. Dimana Tari Nguri menjadi perwakilan NTB dalam event bergengsi itu. Tari Nguri, menjadi salah satu dari 10 tari dengan penyajian terbaik dalam event tersebut. Di era 90-an, Tari Nguri mulai diperkenalkan ke luar daerah. Seperti di Mataram, Jogjakarta, Jakarta dan Makassar. Baik oleh pelajar maupun seniman tari yang khusus dikirimkan oleh Pemda Sumbawa. tak pelak, Tari Nguri pun dipelajari oleh berbagai lembaga budaya, seperti Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Institut Kesenian Jakarta (IKJ), maupun organisasi kesenian lain yang banyak tumbuh dan berkembang di Jakarta. ‘’Tari Nguri juga sudah dipentaskan di berbagai negara, seperti di Australia, Belanda, Amerika, Singapura dan negara lainnya,” imbuhnya.
Dipaparkan, dalam Tari Nguri tersimpan simbolis dari tradisi adat Sumbawa. Gerakan dalam Tari Nguri menggambarkan penghargaan, kesopan santunan, keramah tamahan dan kelemah lembutan. Hal ini merupakan bentuk pengabdian masyarakat kepada para pemimpin yang bertugas mengabdikan hidup mereka demi kesejahteraan masyarakat. Sehingga, tari Nguri selalu ditampilkan sebagai tari persembahan dan penyambutan tamu.
Ditambahkan, Tari Nguri terdiri dari sejumlah gerakan dasar. Antara lain gerak batanak, gerak nyema, gerak tabe, gerak linting sere, jempit tope dan lunte bagitik. Gerak dasar ini diramu menjadi gerakan yang variatif dengan satu inti gerak. Yakni gerakan nyema. Diaman pada bagian inti ini para penari melakukan gerakan penghormatan dan memberikan persembahan. Sedangkan gerakan lainnya banyak menggambarkan tentang kesopan santunan, lemah mebut dan keramah tamahan.
Karena pada masa itu Tari Nguri dibawakan oleh para puteri, maka busana yang digunakan sama persis seperti busana yang digunakan oleh puteri bangsawan. Seperti lamung pene, sapu kidasanging, tope atau rok pendek dan saya’ atau rok panjang. Penari juga dilengkapi dengan aksesoris di kepala, dada, lengan dan perut.
Meski dewasa ini Tari Nguri banyak mengalami perubahan, lanjutnya, namun nafas geraknya tetap dapat dirasakan sebagai salah satu tari yang menggambarkan kesopanan dan keramah tamahan. Sehingga tarian ini kerap dijadikan sebagai tarian persembahan kepada tamu daerah yang datang.
Bahkan, Tari Nguri telah masuk dalam ensiklopedi tari nasional dan terus dipelajari seniman tari dari dalam dan luar Sumbawa.