Kemendikbud Ristek Gait Linkkar siapkan Film Dokudrama Barempuk Sumbawa

Date:

SUMBAWA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) siapkan film budaya Barempuk di Sumbawa.

Barempuk adalah tradisi tinju tradisional yang dilakukan laki-laki Sumbawa saat masa panen.

Dalam hal ini, Kemendikbud Ristek menggandeng Lembaga Analisis dan Kajian Kebudayaan Daerah (Linkar).

Mulai dari riset, FGD, pra produksi, produksi dan nonton bareng, pembuatan film ini dianggarkan Kemendikbud melalui Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayan hingga Rp 151.965.000.

Direktur Linkkar Amilan Hatta berharap agar film ini mampu menjadi dokumentasi sekaligus branding budaya.

Dokumen tersebut nantinya dapat menjadi rujukan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa maupun Kecamatan.

Film dianggap sebagai instrumen yang paling mampu untuk menjelaskan budaya pada dunia. Hal ini karena audio visual dipandang lebih banyak diminati dibandingkan tulisan.

Film ini akan disajikan dalam bentuk Dokudrama.

Baca juga:  Siswa SDN Selang Dibekali Pemahaman Anti Perundungan

“Dokudrama adalah genre film yang diangkat berdasarkan fakta yang dramatisasi,” kata Abdul Hakim Guru Nick, Sutradara beberapa Film Budaya ini.

Pada (10/3/2022), Focus Group Discussion (FGD) akhirnya dilaksanakan Linkkar di Desa Kakiang dan dihadiri Pemerintah Desa, Kecamatan, Budayawan serta Praktisi Film.

Dalam diskusi ini, Budayawan Sumbawa H. Hasanuddin bercerita perihal sejarah tradisi Barempuk.

Ia mengatakan tradisi Barempuk tumbuh di masyarakat agraris Sumbawa yang dimulai dari kedatangam Sunan Prapen pada 1545.

Setelah irigasi Reban Aji di Desa Pungka dibangun Sunan Prapen, Kondisi Pertanian semakin membaik dan masyarakat pun berbahagia.

Seperti di hampir semua daerah agraris, masyarakat mengadakan pesta sebagai wujud kebahagiaan panen.

“Di Sumbawa melakukan Barempuk (Tinju tradisional) karena senang, bahagia, dan bersyukur,” kata H. Hasanuddin, lelaki yang kerap disapa H. Ace itu.

Baca juga:  Siswa SDN Selang Dibekali Pemahaman Anti Perundungan

Keringat para petarung dihakikatkan sebagai penyubur di tanah yang dijatuhinya.

“Akan kami ceritakan secara detail, jadi akan ada anak muda yang gagah yang selalu berguru pada sosok orang tua,” kata Anton Susilo, Praktisi Film yang juga hadir disitu.

Karena itu, di sesi diskusi masyarakat diminta bercerita terkait pemahaman dan pengalaman mereka terkait tradisi yang coba diangkat ini.

Pemerintah desa, masyarakat dan kecamatan sangat antusias mengikuti FGD ini.

Diluar itu, Camat Moyo Hilir Deden Fitriyadi merasa bangga karena dua desa pemajuan Kebudayaan yakni Poto dan Kakiang ada di wilayahnya.

“Saya berkeinginan menjadikan kecamatan kita ini sebagai kecamatan budaya, dengan tagline Paroso Empar Budaya Samawa” terang Deden dalam sambutannya.(***)

 

 

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Populer

More like this
Related

Siswa SDN Selang Dibekali Pemahaman Anti Perundungan

Sumbawa Besar, Kabarsumbawa.com - Puluhan siswa Sekolah Dasar Negeri...

Yudisium, FKIP UNSA Lahirkan 66 Sarjana Baru

Sumbawa Besar, Kabarsumbawa.com – Sebanyak 66 orang mahasiswa Fakultas...

Tekan MoU dengan Media Massa, FKIP UNSA Dorong Peningkatan Keterampilan Mahasiswa

Sumbawa Besar, Kabarsumbawa.com – Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan...

Bang Zul Ingin Pemerataan Pendidikan Melalui Penempatan Guru Berlatarbelakang Daerah Asal

Sumbawa Besar, Kabarsumbawa.com – Acara diskusi bertajuk “Tanya Bang...