Jakarta, KabarSumbawa.com – Tertangkapnya pejabat eselon I Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Rochmadi Saptogiri beberapa waktu lalu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi menambah daftar panjang pejabat negara yang melakukan korupsi. Apalagi Rochmadi tidak sendiri. Ada Ali Sadli serta dua pejabat eselon III Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo dan Irjen Kemendes PDTT Sugito yang ikut dicokok KPK.
BPK sebenarnya dikenal sebagai lembaga yang memiliki standard operational procedure (SOP) yang memenuhi standar audit. Namun demikian sistem audit yang telah menjadi standar baku nyatanya tetap bisa diakali oleh para pegawai BPK dengan memanipulasinya sesuai pesanan.
Beberapa kali dalam rapat-rapat Komisi XI, kredibilitas dan integritas BPK menjadi sorotan. Bahkan anggota Komisi XI Achmad Hatari melontarkan sindiran yang cukup keras kepada BPK terhadap hasil audit pemerintah daerah. Menurutnya, BPK terlalu mudah mengeluarkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) padahal fakta di lapangan yang ia temui tidak demikian. Pemerintah Daerah yang memegang hasil pemeriksaan BPK dengan predikat WTP tidak jarang memiliki tingkat mal administrasi yang tinggi.
“Seolah BPK ini mudah sekali mengeluarkan WTP. Hasil Audit BPK selalu menjadi perbincangan di kalangan auditor independen, bahwa hasil pemeriksanaanya bisa dipesan,” ungkapnya dalam beberapa kali rapat Komisi XI.
Persoalan integritas pegawai BPK sudah sejak lama menjadi sorotan. Hasil pemeriksaannya kerap dituding sebagai pesanan dari penguasa untuk jadi alat legitimasi pemerintahannya karena memegang predikat WTP.
Anggota Komisi XI lainnya, Donny Priambodo, mengatakan bahwa kasus suap pegawai BPK ini lebih karena miskinnya integritas. SOP yang selama ini digunakan oleh BPK, menurutnya, tidak ada yang salah. SOP ini jamak digunakan auditor mana saja baik auditor independen maupun swasta.
“Ini sepenuhnya persoalan integritas pegawai saja. Semua SOP dan sistem yang digunakan sudah oke. Tapi kan yang memasukan data itu adalah SDM BPK itu sendiri. Human error, murni ini,” ujarnya.