Hubungan Rakyat dan Wakil Rakyat

Date:

Hubungan Rakyat dan Wakil Rakyat

Oleh : Zulfikar Demitry SH.,MH

Kabar Sumbawa – John Locke merupakan inspirator bagi penguasa atau siapa saja yang berkaitan dengan para pejabat umumnya pejabat negara khususnya yang berkecimpung dalam lingkup perjuangan hak-hak rakyat dengan ungkapannya atau pesan moral yang sangat dikenal yaitu “Langit melihat seperti rakyat melihat, langit mendengar seperti rakyat mendengar”. Rasanya sulit untuk memberikan definisi secara harfiah.

Apabila pesan moral dari John Locke tersebut dikaitkan dengan sistem pemerintah yang demokrasi secara harfiah identik dengan makna kedaulatan rakyat yang berarti pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah (pemerintahan rakyat). Demokrasi sendiri secara etimologis (tinjauan bahasa) terdiri dari dua kata berasal dari bahasa Yunani yaitu ”demos” yang berarti rakyat (penduduk suatu tempat) dan ”cratein” atau ”cratos” yang berarti kekuasaan (kedaulatan). Jadi secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Rakyat berkuasa melalui wakil-wakilnya yang duduk di Parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat), sehingga DPR bagi rakyat merupakan seseorang yang memperoleh kekuasaan dari langit; tetapi seorang DPR yang mengabaikan kesejahteraan rakyat akan kehilangan “mandat dari langit,” dan akan sepantasnya ditumbangkan.
Di dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) bahwa ”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”, yang berarti bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi, yang nampak bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat maksudnya kekuasaan negara ada di tangan rakyat.
Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, perlu mewujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah yang mampu mengangkat nilai-nilai demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
DPR, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota dasar yuridisnya adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 27 Tahun 2009). Pasal 1 angka 2 UU No. 27 Tahun 2009 menentukan: ”Dewan perwakilan rakyat, selanjutnya disingkat DPR, adalah DPR sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Pada pasal 2 ayat (1) UUD 1945 menentukan: ”Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang”.
Kaitannya dengan tugas dan wewenang sebagai mandat dari rakyat DPR, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota mempunyai beberapa wewenang, di antara wewenang tersebut adalah menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Pada kondisi yang demikian inilah DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota tertantang oleh pesan moral John Locke “Langit melihat seperti rakyat melihat, langit mendengar seperti rakyat mendengar”, DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota, memperoleh kedudukan sebagai mandataris rakyat, jika tidak menginginkan mandatnya dicabut oleh rakyat karena mengabaikan aspirasi rakyat tidak cukup hanya menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat, melainkan juga atas inisiatif sebagai tempat menampung dan menyalurkan aspirasi memperjuangkan hak-hak rakyat yang diwakilinya. Harapan dan tujuan dari rakyat untuk keberhasilan pada masa yang akan datang harus benar-benar diperjuangkan oleh pejabat tersebut, jika harapan dan tujuan rakyat tersebut diabaikan, maka konsekuensinya adalah pencabutan mandat dari rakyat.
DPR, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota mendapatkan kekuasaan dari rakyat, oleh karena itu harus melibat keinginan dari rakyat yang mengangkatnya, mendengarkan suara rakyat, menampung suara rakyat dan menyalurkannya. Mengabaikan maksud dan tujuan dari rakyat, maka konsekuensinya rakyat akan mencabut mandat yang telah diberikan melalui pemilihan umum secara langsung.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Populer

More like this
Related

TGB PILIH SAUDARA ATAU SAHABAT?

(Masa Nggak Paham!) Oleh : Muallif Majhul Memang seni politik itu...

A gift for NTB

Oleh Husaini Ahmad (Awardee Beasiswa NTB) Apa yang kira –...

SMP Negeri 3 Sumbawa Dalam Sketsa Jiwa Kami

Oleh : Rosidah Resyad,SPd .M.M.nov Sumbawa Besar, Kabarsumbawa.com - Menelusuri...

KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI MERUBAH CARA BERPIKIR GENERASI MUDA

Oleh : Ahmad Jasum - Mahasiswa Manajemen Inovasi Pascasarjana Universitas...