Sumbawa Besar, Kabarsumbawa.com – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sumbawa menyebutkan, angka pengangguran di Kabupaten Sumbawa masih cukup tinggi.
Meskipun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) berada pada level 3,47 persen dan relatif mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Dimana, pada tahun 2015 sebanyak 4,20 persen, 2016 2,57 persen, 2017 3,98 persen, 2018 3,59 persen kemudian tahun 2019 3,47 persen atau 8.764 orang dari 252.530 angkatan kerja.
“Berdasarkan data ketenagakerjaan, Jadi pengangguran kita di tahun 2019 berjumlah 8.764. Kemudian artinya tingkat Pengangguran terbuka berjumlah sekitar 3,47 persen. Memang ada penurunan dari Tahun 2018 3,59. Tapi 3,47 persen pun masih cukup besar dari total angkatan kerja 252.530,” kata Kepala Disnakertrans Sumbawa Dr. H. M. Ikhsan Syafitri.
Menurutnya, masalah pengangguran ini bukan hanya menjadi tanggung jawab dari satu OPD saja, namun masalah ini merupakan tanggung jawab semua pihak atau lintas sektor.
“Karena itu, ketika kami menyampaikan RKA di dewan, bahwa RKA ini sudah pasti tidak bisa menjawab kegelisahan kita untuk mengurangi pengangguran secara signifikan. Karena mengalami rasionalisasi setiap saat. Terakhir rasionalisasiya 30 persen,” tandasnya.
Karena itu, dengan memperhatikan keterbatasan anggaran yang dihadapi oleh APBD Kabupaten, pihaknya juga mensiasati dengan bekerjasama dengan OPD lain. Seperti dinas PMD, bisa bekerjasama agar APBDes bisa dianggarkan untuk pelatihan.
Jika 157 desa bisa menganggarkan untuk pelatihan. Maka bisa dibayangkan bahwa angka pengangguran bisa menurun secara signifikan. Karena jika hanya mengandalkan APBN, APBD 1, APBD 2 itu tidak cukup. Tapi kalau dilakukan juga oleh masyarakat desa melalui APBDesnya, itu secara massiv bisa turun.
Pelatihan itu berbagai kejuruan, tergantung kebutuhan masyarakat desa setempat. Bisa terkait dengan Las listrik, otomotif, perbengkelan, menjahit, PHP,procesing hasil pertanian, kuliner. Setelah selesai pelatihan, bisa berwirausaha. Minimal tidak lagi tergantung dengan pihak lain. Itu siasat yang bisa dilakukan dengan keterbatasan anggaran seperti ini.
Dikatakan, Jika mau signifikan menurunkan angka kemiskinan harus dikeroyok secara kolaboratif. Tanpa kolaboratif, tidak mungkin angka kemiskinan turun secara signifikan. Dahulu, ada kebijakan penurunan angka kemiskinan 2 persen di NTB. Itu sulit diperoleh. Hematnya, itu sulit manakala pergerakan dilakukan sporadis. Karena pengangguran jelas orangnya. By name by addres dan secara visual jelas.
“Target tahun depan, melihat tren 4 atau 5 tahun terakhir, kita berharap dengan konsep kolaboratif mestinya bisa ditekan sampai dengan 3 persen penurunannya. Kalau kita siasati dengan terintigrasi dan kolaboratif. Karena pengurangan pengangguran hampir sama dengan pengurangan kemiskinan. Tidak boleh abstrak harus jelas,” imbuhnya.
Solusi lainnya menurutnya di tengah keterbatasan anggaran seperti ini, maka bisa disiasati dari aspirasi anggota dewan. Dana aspirasi itu sebagian kecil bisa dilaksanakan untuk pelatihan di dapil masing-masing.
“Kalau itu bisa dilakukan, saya prediksi bisa menurun drastis angka pengangguran kita. Pengangguran turun berkorelasi dengan angka kriminalitas. Kalau pemuda tidak ada pekerjaannya, cenderung ke hal negatif. Tapi kalau asyk dengan pekerjaannya yang menghasilkan, kecenderungan untuk berbuat hal-hal negatif kecil. Karena itu kita harus sibukkan pemuda dan ibu-ibu dengan kegiatan ekonomi produktif,” pungkasnya. (KS/aly)