Sumbawa Besar, Kabarsumbawa.com – Parade Malala atau meramu minyak tradisioanal khaw Sumbawa, menjadi salah satu rangkaian kegiatan peringatan tahun Baru Islam 1441 Hijriah, Sabtu (31/08/2019).
Kegiatan yang dipusatkan di Lapangan Pahlawan Kota Sumbawa, diikuti oleh 24 sandro (Peramu Minyak atau lebih dikenal dengan sebutan tabib atau dukun) dari 24 Kecamatan se-Kabupaten Sumbawa. Para sandro ini unjuk kebolehan dalam meramu minyak khas Sumbawa.
Berbagai minyak khas Sumbawa yang diramu ini memiliki khasiat tersendiri, namun pada umumnya, masyarakat Sumbawa percaya jika minyak tersebut dapat meningkatkan fitalitas peria, menambah kesegaran tubuh, serta mengobati berbagai macam penyakait, misalnya pegal linu, mengobati luka, dan masih banyak lagi. Cara pemakaiannya juga berbeda-beda, bisa diminum ataupun digunakan sebagai minyak urut.
Berikut nama sandro beserta minyaknya : dari Kecamatan Moyo Utara, nama sandro Epa, nama minyak “Rompas Gagas, Pagar Gelegar”. Kecamatan Lunyuk, A. Muhid, nama minyak “Teman Tampir”. Kecamatan Lenangguar, Mahrib Hasbullah, nama minyak “Tungka Darah”.
Kecamatan Moyo Hilir, Bustanul Arifin, nama minyak “Mayung Nange”. Kecamatan Orong Telu, Subhan Sahrianto, nama minyak “Pero Alam”. Kecamatan Utan, Wawan, nama minyak, “minyak Medo”. Kecamatan Unter Iwes, Aminollah, nama minyak “Sejojo Urat”. Kecamatan Ropang, Mustami Hp, nama minyak “Lonto Keal Diri”. Kecamatan Plampang, Adnansyah HA, nama minyak “Ampo Hajat”. Kecamatan Lape, Ibrahim, nama minyak “Pasak Bumi”. Kecamatan Alas, Nawawi Kahar, nama minyak “Noo Bosan”.
Kecamatan Labangka, Li Liang Dewa, nama minyak “Basa Tegeng”. Kecamatan Lantung, Syamsuddin, nama minyak “Tambah Daya”. Kecamatan Rhee, Umar Dani, nama minyak “Sanyaman Parana”. Kecamatan Alas Barat, H. Ahmad, nama minyak “Minyak Silu Ngering”. Kecamatan Tarano, M. Damir Bayuk, nama minyak “Ampin Kakak”. Kecamatan Sumbawa, M Tayip Darimi, nama minyak “Coba Kadu”. Kecamatan Batulanteh, M. Nasir Hasan, nama minyak “Selopas Urat”. Kecamatan Moyo Hulu, Darussalam nama minyak “Saga Loka”.
Kecamatan Buer, M. Ali, nama minyak “Bija-bija Tempako”. Kecamatan Lopok, A. Hamid, nama minyak “Sanyaman Ate”. Kecamatan Empang, Padusung Pasiling, nama minyak Sarat Babas. Kecamatan Labuhan Badas, H. Junis, nama minyak “Susung Aris”, dan Kecamatan Maronge, M. Amin, nama minyak “Sangangat”.
Kegiatan dihadiri oleh Wakil Bupati Sumbawa, Sekda Sumbawa, Haddad Alwi, Dandim 1607/SBW, Kapolres Sumbawa, Kepala Dinas, Pimpinan DPRD, Tokoh masyarakat, tokoh agama.
Wakil Bupati Sumbawa, Drs. H. Mahmud Abdullah dalam sambutannya mengatakan, sedikitnya ada empat pesan yang tersirat di dalam tradisi Malala. Pertama, pelestarian lingkungan hidup, di mana bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan minyak tidak lepas dari ketersediaan akar kayu ataupun kulit kayu serta buahnya. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa keanekaragaman tumbuhan yang sangat bermanfaat tersebut harus terus dilestarikan dan dikembangkan. Termasuk menggeliatkan apotek hidup di lingkungan keluarga dan rumah tangga.
Kedua, dalam hal kesehatan. Orang-orang tua terdahulu dengan keanekaragaman kekayaan alam tumbuh-tumbuhan obat, telah mampu membuka tabir dari semua kebesaran yang diciptakan Allah swt, meletakkan dasar bahwa kesehatan sangat penting. Dengan segala kemampuan dan ikhtiarnya mampu membuat berbagai macam ramuan minyak Sumbawa dengan berbagai macam khasiat. Antara lain untuk luka bakar, pegal linu, sakit perut, salah urat, patah tulang, dan khasiat lainnya.
Ketiga, di sisi ekonomi. Keberadaan minyak Sumbawa membawa dampak yang cukup baik bagi kehidupan ekonomi. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk proses pembuatannya selain akar-akarnya, juga buah kelapa dan madu. Hal tersebut tentunya akan mampu mendorong masyarakat untuk memanfaatkan peluang ekonomi tersebut.
Keempat, dari sisi sosialnya. Khasanah budaya yang sudah diletakkan oleh orang-orang tua terdahulu harus terus dipelihara dan menjadi bagian dalam interaksi sosial yang memperkuat jati diri dan kebanggaan sebagai Tau Samawa.
Melalui kegiatan parade prosesi malala ini, diharapkan akan menarik minat generasi muda untuk lebih jauh mengenal dan melestarikan khasanah budaya masyarakat sumbawa, demikian pula dengan simbol-simbol keSumbawaan seperti istana yang berdampingan dengan mesjid, menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Sumbawa yang religius.
“Sehingga nuansa religius yang berbaur dalam jiwa budaya sumbawa inilah yang membuat pemerintah kabupaten sumbawa merangkaikan peringatan 1 muharram dengan kegiatan budaya berupa parade prosesi malala yang diikuti oleh sandro dari 24 kecamatan. Kegiatan ini tentunya dihajatkan untuk menggeliatkan kembali semangat religius masyarakat sumbawa, merayakan tradisi yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat sumbawa sekaligus memperkuat silaturrahim antar tau dan tana’ samawa,” pungkasnya. (KS/aly)