kabarsumbawa.com – Cabai merupakan salah satu dari tujuh komoditas pangan stategis yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia karena fluktuasi harganya dapat mempengaruhi inflasi. Produksi cabai meningkat pesat terutama setelah adanya Program Upaya Khusus (Upsus) sejak 2015. Bahkan saat ini kita sudah mampu mengekspor.
Meskipun demikian, upaya perbaikan teknologi perlu terus dilakukan. Produktivitas cabai di Indonesia saat ini ini masih rendah sekitar 8-9 ton/hektar dibanding dengan potensi hasilnya. Karena itu, perlu upaya untuk memacu peningkatan produktivitas dan mutu melalui perbaikan sifat ketahan varietas cabai terhadap penyakit virus, khususnya virus belang dan Gemini, yang menjadi kendala utama peningkatan produktivitas.
Di banyak sentra produksi cabai di Indonesia, serangan penyakit virus belang dapat menyebabkan banyak kehilangan hasil panen. Penyakit ini disebabkan oleh empat jenis virus yang berbeda, yaitu Cucumber Mosaic Virus (CMV), Chili Veinal Mottle Virus (ChiVMV), Potato Virus Y (PVY), dan Tobacco Mosaic Virus (TMV). Keempat jenis virus tersebut ditularkan oleh kutu daun (Aphids), sehingga epideminya dapat berlangsung secara cepat.
Serangan virus belang, khususnya yang disebabkan oleh ChiVMV, semakin penting karena prevalensi penyakit ini di sentra-sentra produksi cabai di Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu. Tanaman cabai yang terinfeksi menunjukkan gejala daun belang-belang hijau gelap, leaf cupping, epinasti, dan nekrosis.
Jika infeksi terjadi pada fase pertumbuhan awal, ukuran daun mengalami distorsi, pertumbuhan tanaman terhambat, produksi buah menjadi sedikit, dan ukuran buah pun lebih kecil. Aphid spp. sebagai serangga vektor virus ChiVMV yang aktif pada siang hari sangat efektif untuk menularkan virus dari satu tanaman ke tanaman lain.
Dengan demikian tidak heran jika di sentra-sentra produksi cabai, serangan virus belang terjadi secara merata dengan intensitas serangan sangat tinggi. Di samping itu, virus ChiVMV juga memiliki kisaran inang yang cukup luas, karena selain menginfeksi Capsicum annuum, virus juga dapat menginfeksi C. frutescens, Lycopersicon esculentum, Solanum melongena, Datura stramonium, Nicotiana spp, dan Chenopodium spp. Hal ini yang menyebabkan pengendalian virus belang sukar dilakukan jika tidak menggunakan varietas tahan.
Penggunaan varietas tahan merupakan pilihan teknologi yang tepat karena mudah diadopsi. Perakitan varietas tahan virus belang dengan cara pemuliaan biasa sulit dilakukan karena keterbatasan plasma nuftah cabai sebagai sumber gen. Sebagai negara bukan pusat asal cabai, tingkat keragaman genetik cabai di Indonesia rendah.
Untuk mengatasi serangan virus belang, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) merakit varietas unggul cabai tahan belang yang disebabkan oleh ChiVMV melalui penerapan bioteknologi in vitro. Menurut Dr Ifa Manzila dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) Balitbangtan, bioteknologi in vitro dapat menjadi teknologi alternatif dalam perakitan varietas unggul pada komoditas yang kesulitan mendapatkan sumber gen dari plasma nutfahnya. Dimulai dengan pembuatan kultur in vitro eksplan tunas terminal dari varietas cabai tetua, selanjutnya dibangkitkan keragaman genetiknya melalui mutasi dengan senyawa EMS, kemudian ditumbuhkan.
Hasilnya adalah tanaman-tanaman yang memiliki keragaman genetik yang sangat tinggi, baik dari sisi karakter agronomi, komponen hasil, maupun sifat ketahanannya terhadap virus belang. Galur-galur yang dihasilkan kemudian dilakukan seleksi untuk memperoleh galur harapan yang memiliki ketahanan terhadap virus belang dan memiliki hasil tinggi. Hasil seleksi ternyata diperoleh galur harapan cabai yang bukan hanya hasil tinggi dan tahan terhadap virus belang, namun juga memiliki keunggulan lainnya seperti kadar capsaicin tinggi.
Galur harapan terpilih dilepas pada tanggal 23 Mei 2018 sebagai Cabai Carvi Agrihorti yang memiliki karakter potensi hasil mencapai 21-23 ton/hektar, rasanya lebih pedas karena kadar capsaicinnya mencapai 2,6 mg, dan tahan virus belang cabai (ChiVMV). Cabai ini memiliki tipe pertumbuhan yang kompak dengan tinggi tanaman sekitar 75-90 cm, umur awal berbunga 46 hari, dan umur awal panen 91-95 hari hari setelah tanam dengan tinggi tanaman 60-70 cm, serta agak toleran hama pengisap daun (thrips). Varietas tersebut sesuai ditanam di sentra-sentra produksi cabai dengan ketinggian 500-1400 mdpl.
Varietas unggul baru (VUB) cabai besar Balitbangtan ini telah dilepas berdasarkan SK Nomor 051/Kpts/SR.120/D.2.7/5/2018 tentang Pemberian Tanda Daftar Varietas Tanaman Hortikultura. Untuk hilirisasi benih, varietas Carvi Agrihorti telah dan sedang diperbanyak agar dapat didistribusikan ke para petani. Semoga Carvi Agrihorti dapat segera diadopsi petani dan memperkuat swasembada dan agribisnis cabai di Indonesia.
Penulis Dr Ifa Manzila
Editor Mastur, PhD