Kabarsumbawa.com – Bukan lalu lintas kapal yang jadi sorotan di Pelabuhan Poto Tano (KSB) pada 15 Mei 2025, melainkan suara-suara lantang demonstran yang memenuhi kawasan itu. Aksi ini diprakarsai oleh Komite Percepatan Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (KP4S), yang menuntut percepatan pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa. Para demonstran memblokade pelabuhan sebagai bentuk protes untuk menarik perhatian pemerintah dan publik. Tidak jauh dari sana, di Pelabuhan Kayangan, Pulau Lombok, sekelompok massa lain yang menamakan diri Koalisi Aktivis Lombok Bersatu juga menggelar aksi serupa. Demonstrasi ini sebagai respons langsung terhadap aksi di Poto Tano, menciptakan ketegangan antara kedua kelompok. Muncul pertanyaan, apakah aksi demonstrasi dengan memblokade pelabuhan adalah tindakan yang etis? Dari sudut pandang hukum, demonstrasi adalah hak yang dijamin selama dilakukan dengan damai dan tidak merugikan orang lain. Namun, secara etika, memblokade pelabuhan yang merupakan jalur transportasi penting jelas berdampak pada banyak pihak, terutama pengguna jasa transportasi. Meski begitu, tulisan ini tidak akan berfokus pada perdebatan etika dari aksi kedua kelompok tersebut.
Sebaliknya, mari kita tengok lebih dalam wacana pemekaran Provinsi Pulau Sumbawa. Apa sebenarnya tujuan dari pemekaran sebuah daerah? Hal-hal apa saja yang perlu benar-benar dipertimbangkan sebelum terbentuknya provinsi baru? Dan yang tak kalah penting, benarkah pemekaran ini relevan dan mampu membawa perubahan positif bagi masyarakat Pulau Sumbawa? Lewat tulisan ini, kita akan mencoba mengupasnya secara akademik tapi tetap dengan bahasa yang ringan dan mudah dicerna. Jadi, mari kita menyelam bersama ke dalam dinamika wacana pemekaran ini.
Tujuan Dilakukannya Pemekaran Suatu Wilayah atau Daerah
Sebelum kita menyelami lautan kita harus mempersiapkan diri setidaknya menarik nafas terlebih dahulu, begitu juga jika kita ingin mengetahui relevansi pemekaraan daerah maka kita harus mengetahui tujuan dilakukannya pemekaran suatu daerah. Tujuan pemekaran provinsi atau daerah baru dapat diringkas menjadi beberapa poin. Pertama, pemekaran bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan melalui pelayanan pemerintah yang lebih dekat dan merata antarwilayah (Iskatrinah & Supriyo, 2021). Kedua, pemekaran mempercepat pelayanan publik, memungkinkan pemerintah daerah baru untuk lebih responsif dalam melayani masyarakat (Nurhadi et al., 2016). Ketiga, daerah baru dapat meningkatkan efisiensi pemerintahan dengan mengelola sumber daya secara lebih efektif dan mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat (Lastari et al., 2017). Keempat, pemekaran mendorong partisipasi masyarakat dalam pemerintahan lokal dan pengambilan keputusan politik, memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk lebih terlibat dalam pembangunan daerah (Husein, 2013). Terakhir, pemekaran daerah membantu mengurangi kesenjangan antarwilayah dengan adanya pemerataan alokasi anggaran dan program pembangunan (H. Jakani et al., 2023).
Alasan Masyarakat Pulau Sumbawa Ingin Pemekaran Provinsi Pulau Sumbawa
Dikutip pada laman Lombok Post bahwa Masyarakat Pulau Sumbawa menginginkan pembentukan provinsi baru terutama karena merasa adanya ketimpangan pembangunan dibandingkan Pulau Lombok. Infrastruktur, layanan pendidikan, dan kesehatan di Sumbawa dianggap tertinggal, sementara alokasi anggaran dan pembangunan lebih banyak terfokus di Lombok. Perasaan ketidakadilan ini diperkuat dengan keinginan untuk memiliki otonomi lebih besar dalam pengelolaan sumber daya dan penentuan kebijakan pembangunan. Meski memiliki sejarah dan ikatan kuat dengan Lombok, masyarakat Sumbawa berharap pemekaran dapat menyederhanakan pelayanan publik dan meningkatkan kualitas hidup dengan pengelolaan anggaran yang lebih terfokus (Rosmayanthi, 2025).
Kemudian dalam laman Oke Flores di kemukakan bahwa Sumbawa memiliki potensi alam yang melimpah, mulai dari tambang emas dan tembaga di Kabupaten Sumbawa Barat, panorama wisata alam seperti Gunung Tambora, Pulau Moyo, hingga sektor pertanian dan perikanan. Namun, masyarakat merasa potensi besar ini belum dikelola secara optimal oleh pemerintah provinsi NTB. Dengan menjadi provinsi mandiri, Sumbawa berharap pengelolaan sumber daya dapat lebih fokus dan manfaatnya lebih dirasakan oleh masyarakat lokal. Dukungan terhadap pemekaran ini tidak hanya datang dari masyarakat akar rumput, tetapi juga dari politisi lokal dan pejabat daerah, termasuk anggota DPRD NTB, DPR RI, dan kepala daerah di lima wilayah calon provinsi baru (Marut, 2025).
Relevansi Pemekran Provinsi Pulau Sumbawa
Setelah kita menyelami tujuan pemekaran daerah serta alasan Masyarakat pulau sumbawa ingin mekar mari kita telaah Bersama bagaimana jika Provinsi Pulau sumbawa hadir?. Disini penulis juga belum menemukan suatu kajian mendalam bagaimana kesiapan pemekaran provinsi pulau sumbawa, jangan sampai pemekaran yang alasannya efektivitas malah ekan mejadi sia-sia, pemekaran daerah menjadi hal yang serius untuk dikaji bukan hanya berdasarkan ego sectoral semata, bukan karena kecemburuan antara etnis, tapi juga harus berdasarkan kajian dan persiapan yang matang, ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mempersiapkan pemekaran wilayah atau daerah, yaitu sebaga berikut:
Kesiapan Infrastruktur dan Anggaran
Pemekaran provinsi atau daerah bukan hanya soal membagi wilayah, tapi soal kesiapan nyata di lapangan. Infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, air bersih, serta kantor pelayanan harus tersedia agar masyarakat bisa mengakses layanan publik dengan mudah. Tanpa itu, urusan sehari-hari seperti pendidikan, kesehatan, dan administrasi bisa terhambat. Selain itu, pemekaran juga butuh dukungan anggaran yang memadai. Pemerintah daerah baru memerlukan biaya untuk operasional, pembangunan, dan pelayanan masyarakat. Jika tidak disiapkan dengan baik, pemekaran justru bisa menambah beban—bukan solusi. Maka, kesiapan infrastruktur dan pendanaan harus menjadi perhatian utama agar pemekaran benar-benar membawa manfaat bagi warga (Hidayat, 2017).
Pertimbangan Sosial-Budaya dan Etnis
Faktor agama, etnis, dan budaya lokal kerap menjadi alasan kuat di balik dorongan pemekaran daerah. Masyarakat merasa identitas mereka kurang terwakili atau terlayani dalam struktur pemerintahan yang lama, sehingga muncul keinginan untuk membentuk wilayah otonom sendiri. Namun, hal-hal yang berkaitan dengan identitas ini sangat sensitif. Jika tidak dikelola dengan bijak, pemekaran yang didasari oleh perbedaan agama atau etnis justru bisa memicu ketegangan baru, memperdalam kesenjangan sosial, atau bahkan menimbulkan konflik antar kelompok. Oleh karena itu, dalam proses pemekaran, penting untuk memastikan bahwa setiap kelompok merasa diakui dan dilibatkan. Dialog terbuka, pendekatan yang inklusif, serta jaminan bahwa hak dan kepentingan semua warga tetap terlindungi adalah langkah penting agar pemekaran menjadi jalan menuju harmoni, bukan perpecahan (Saputra, 2021).
Keadilan Ekonomi dan Potensi Wilayah
Ketimpangan ekonomi antar wilayah sering kali menjadi pemicu utama munculnya tuntutan pemekaran. Daerah yang merasa terpinggirkan atau kurang mendapat perhatian pembangunan dari pemerintah pusat maupun daerah induk berharap, dengan menjadi wilayah otonom, mereka bisa mengelola potensi sendiri dan mempercepat pertumbuhan ekonomi lokal. Namun, pemekaran seharusnya tidak hanya menjadi respons terhadap ketimpangan, tapi juga solusi nyata untuk menguranginya. Artinya, pemekaran provinsi pulau Sumbawa harus mampu mendorong distribusi potensi ekonomi yang lebih merata bukan menciptakan ketimpangan baru. Pemerintah perlu memastikan bahwa wilayah hasil pemekaran memiliki sumber daya, infrastruktur, dan akses pasar yang memadai agar benar-benar bisa mandiri dan berkembang secara berkelanjutan (Rahayu et al., 2019).
Keberlanjutan Lingkungan
Aspek lingkungan sering kali luput dari perhatian dalam proses pemekaran daerah. Fokus utama biasanya hanya tertuju pada pembentukan pemerintahan baru, infrastruktur, atau pembagian anggaran, sementara dampak terhadap alam dan lingkungan sekitar jarang jadi pertimbangan utama. Padahal, menjaga keseimbangan lingkungan sangat penting untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan. Tanpa perencanaan yang ramah lingkungan, pemekaran bisa membuka ruang bagi eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, kerusakan ekosistem, hingga bencana ekologis di masa depan. Karena itu, rencana pemekaran Provinsi Pulau Sumbawa seharusnya juga menyertakan kajian lingkungan yang serius agar pertumbuhan wilayah baru tidak mengorbankan kelestarian alam dan kualitas hidup generasi mendatang (H. Syafa’at Anugrah Pradana & Pikahulan, 2021).
Kemampuan Pemerintah Lokal
Sumber daya manusia, kapasitas birokrasi, dan pengalaman administratif adalah fondasi utama bagi suksesnya otonomi daerah baru. Ketika sebuah wilayah dimekarkan, otomatis terbentuk struktur pemerintahan baru yang harus mampu menjalankan berbagai fungsi pelayanan dan pembangunan. Tanpa aparatur yang kompeten, tata kelola pemerintahan bisa berjalan tidak efektif mengakibatkan layanan publik tidak optimal, pengelolaan anggaran tidak efisien, bahkan rawan penyalahgunaan wewenang. Banyak daerah hasil pemekaran menghadapi tantangan serius karena minimnya pegawai yang terlatih dan berpengalaman. Kurangnya pemahaman terhadap sistem administrasi, perencanaan pembangunan, hingga pengelolaan keuangan daerah dapat menghambat kemajuan daerah tersebut sejak awal berdirinya. Oleh karena itu, penguatan kapasitas birokrasi dan investasi pada peningkatan kualitas SDM di wilayah provinsi baru (Provinsi Pulau Sumbawa) harus menjadi prioritas. Tanpa hal itu, semangat pemekaran untuk mendekatkan layanan dan mempercepat pembangunan hanya akan menjadi harapan kosong (Warsono & Yuwanto, 2016).
Partisipasi Publik dan Dukungan Politik
Pemekaran wilayah yang dilakukan tanpa melibatkan partisipasi aktif masyarakat, serta hanya didorong oleh elit politik lokal semata, seringkali mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena kurangnya dukungan dan keterlibatan warga, yang pada akhirnya menyebabkan kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat. Akibatnya, proses pemekaran tersebut menimbulkan resistensi, ketidakstabilan sosial, dan menghambat tercapainya pembangunan yang berkelanjutan (Melmambessy & Achmady, 2020). Oleh karena itu, sangat penting untuk menekankan bahwa pemekaran provinsi di Pulau Sumbawa harus dipandang sebagai suatu kepentingan kolektif yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat, bukan semata-mata sebagai kepentingan individu atau kelompok elit tertentu. Pendekatan yang inklusif dan partisipatif ini akan memastikan bahwa proses pemekaran benar-benar mewakili aspirasi bersama dan membawa manfaat jangka panjang bagi seluruh masyarakat di wilayah tersebut.
Kesimpulan
Wacana pemekaran Provinsi Pulau Sumbawa muncul karena adanya rasa ketidakadilan dari masyarakat terhadap pembangunan yang dinilai tidak merata antara Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok. Banyak masyarakat Sumbawa merasa tertinggal, baik dari segi infrastruktur, layanan publik, hingga pengelolaan potensi daerah. Dengan menjadi provinsi sendiri, mereka berharap pembangunan bisa lebih cepat, anggaran lebih tepat sasaran, dan pelayanan publik jadi lebih dekat.Namun, keinginan untuk membentuk provinsi baru ini tidak cukup hanya dengan semangat. Harus ada persiapan yang matang, seperti infrastruktur yang memadai, sumber daya manusia yang kompeten, anggaran yang cukup, dan dukungan masyarakat yang luas. Tanpa itu semua, pemekaran justru bisa menimbulkan masalah baru dan tidak membawa perubahan yang diharapkan.
Pemekaran provinsi harus dibahas secara serius dan didasarkan pada kajian yang matang, melibatkan berbagai pihak seperti masyarakat, aktivis, akademisi, dan pemerintah daerah. Jangan sampai pemekaran hanya lahir dari hasrat dan gairah semata tanpa perencanaan yang jelas dan tujuan yang nyata. Karena itu, perjuangan membentuk Provinsi Pulau Sumbawa perlu dilanjutkan dengan cara yang terencana, terbuka, dan inklusif agar tujuan utama—yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat—benar-benar bisa tercapai.
REFERENSI
H. Jakani, A., Arifin, A., Tang, M., & Ibrahim, M. A. (2023). Praktik Politik Gubernur Provinsi Gorontalo Dalam Pembahasan Program di DPRD Provinsi Gorontalo. Jurnal Ilmiah Ecosystem, 23(1), 215–225. https://doi.org/10.35965/eco.v23i1.2558
H. Syafa’at Anugrah Pradana, & Pikahulan, R. M. (2021). Regional Expansion as a Constitutional Notion in the Environmental Sector. Mulawarman Law Review, 42–48. https://doi.org/10.30872/mulrev.v6i1.677
Hidayat, F. A. (2017). Upaya Pemerintah Desa Dalam Pemekaran Dusun di Desa Muara Takus Tahun 2015. In Jom Fisip (Vol. 4, Issue 2, pp. 1–15). Riau University.
Husein, M. B. (2013). Opini Kiyai Madura : Rencana Pemekaran Wilayah Madura Menjadi Provinsi. Universitas Airlangga, 1(2), 99–117. http://www.eldis.org/vfile/upload/1/document/0708/DOC23587.pdf%0Ahttp://socserv2.socsci.mcmaster.ca/~econ/ugcm/3ll3/michels/polipart.pdf%0Ahttps://www.theatlantic.com/magazine/archive/1994/02/the-coming-anarchy/304670/%0Ahttps://scholar.google.it/scholar?
Iskatrinah, I., & Supriyo, D. A. S. A. (2021). Dampak Pemekaran Daerah Kabupaten/ Kota. Wijayakusuma Law Review, 3(2). https://doi.org/10.51921/wlr.v3i2.175
Lastari, T., Lastari, T., Npm.A, S., Npm.A, S., Untan, J. M. S. H., & Untan, J. M. S. H. (2017). Efektivitas Pemekaran Daerah Kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat. 4, 210142. https://www.semanticscholar.org/paper/c2fe9316eac3790560998f1f1b97459e1e50506a
Marut, C. L. (2025). Menguak Ancaman Pemekaran NTB: 5 Kabupaten Siap Gabung Provinsi Sumbawa, Bagaimana Nasib NTB? Oke Flores. https://flores.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-2979330560/menguak-ancaman-pemekaran-ntb-5-kabupaten-siap-gabung-provinsi-sumbawa-bagaimana-nasib-ntb?utm_source=chatgpt.com&page=2
Melmambessy, M., & Achmady, L. (2020). Pendekatan Pemekaran Wilayah, Prinsip Dan Filosofinya Untuk Tanah Papua. Dinamis, 17(1), 60–80. https://doi.org/10.58839/jd.v17i1.694
Nurhadi, M., Karim, M., & Ma’ruf, A. (2016). Pelayanan Pemerintah Terhadap Pemekaran Wilayah di Kabupaten Mamuju Tengah Provinsi Sulawesi Barat. Jurnal Administrasi Publik, 2(3), 317–336. https://doi.org/10.26618/kjap.v2i3.886
Rahayu, Y. P., Semet, M. M., & Paembang, S. (2019). Reposition of GRDP Sectors Before and After Regional Division in Manokwari. Jejak, 12(2), 345–364. https://doi.org/10.15294/jejak.v12i2.21289
Rosmayanthi. (2025). Ternyata Ini Alasan Sebenarnya Mengapa Masyarakat Pulau Sumbawa Ingin Pisah Dengan NTB. Lombok Post. https://lombokpost.jawapos.com/ntb/1506009688/ternyata-ini-alasan-sebenarnya-mengapa-masyarakat-pulau-sumbawa-ingin-pisah-dengan-ntb?utm_source=chatgpt.com
Saputra, R. (2021). Policy Evaluation of Regional Expansion and Determination Regional Boundaries in Banten and West Java Province. Sosiohumaniora, 23(3), 400. https://doi.org/10.24198/sosiohumaniora.v23i3.34597
Warsono, H., & Yuwanto, -. (2016). Improving Public Welfare or Burdening the State: Indonesia’s New Autonomous Region in Decentralization Era. 2016 International Conference on Public Management, 4
35–437. https://doi.org/10.2991/icpm-16.2016.118
Penulis: Muhammad Faris Afifi | Pegiat Surau Gagasan Institute dan Mahasiswa Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta











