Kepala Disnakeswan Kabupaten Sumbawa yang dikonfirmasi melalui Kabid Keswan dan Kesmavet, Drh. Edi Putra Darma mengatakan, terdapat dua korban gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) meninggal dunia di tahun 2021 ini.
Korban diduga kuat telah terinfeksi virus rabies setelah digigit anjing liar pada Desember 2020 lalu. Pihaknya mengetahui adanya korban gigitan HPR yang meninggal setelah mendapatkan informasi dari petugas UPT prokeswan kecamatan setempat. Korban dimaksud yakni AR warga Desa Ngeru dan M warga Desa Kakiang Kecamatan Moyo Hilir.
“Ini dari laporan yang kita terima dari UPT prokeswan kecamatan setempat,” ujarnya.
Dijelaskannya, dari informasi yang diperoleh, AR digigit anjing liar pada 9 Desember lalu. Awalnya gejala yang dirasakan hanya nyeri bekas gigitan. Sebulan berselang korban dibawa berobat ke dokter praktek dengan keluhan sperma keluar terus menerus. Kemudian pada Januari 2021, sudah mulai timbul gejala rabies seperti sesak nafas, nyeri punggung, kram pada perut, takut dengan air, kaku pada otot tangan dan kaki. Sehingga dibawa berobat ke dokter praktek dan selanjutnya berobat lanjut ke Mataram untuk mengetahui penyakit yang diderita. Tak lama korban pun dibawa pulang. Korban sempat menggigit keluarga yang pergi menjenguk. Tepatnya pada 2 Februari 2021 yang bersangkutan meninggal dunia.
Sedangkan M digigit anjing liar pada 12 Desember 2020 saat jalan di gang rumah warga. Anjing tersebut kemudian lari dan sempat menggigit satu warga lainnya. Setelah dikejar, anjing tersebut informasinya dibunuh dan dibuang ke sungai. Saat dirawat di rumah sakit korban sudah menunjukkan gejala saraf, lumpuh di bagian pinggang dan sakit di bagian leher. Yang bersangkutan meninggal dunia pada 15 Februari 2021.
Dari kasus gigitan ini, pihaknya tidak mendapatkan sampel otak anjing untuk dikirim ke Balai Besar Veteriner di Denpasar agar dilakukan pemeriksaan. Hasil dari pemeriksaan akan diketahui anjing yang menggigit positif rabies atau tidak. Meskipun demikian, dari gejala yang diderita korban mengarah kuat ke gejala rabies.
“Meskipun belum ada sampel otak anjing yang diperiksa, tetapi gejala klinisnya mengarah kuat ke gejala rabies,” terangnya.
Selain kedua korban ini, pihaknya juga mencatat tiga korban gigitan HPR yang meninggal dunia pada tahun 2020 lalu. Korban meninggal tersebut yakni S warga Desa Sebasang, Kecamatan Moyo Hulu, U warga Desa Pungkit, Kecamatan Lopok dan MY warga Desa Lenangguar, Kecamatan Lenangguar. Sehingga sejak 2020 hingga Februari 2021 ini, terdapat 5 korban gigitan HPR yang meninggal dunia. “Korban gigitan HPR yang meninggal dunia sudah 5 orang data yang masuk dari tahun 2020,” ungkapnya.
Saat ini, lanjutnya, kasus gigitan HPR yang terjadi juga sudah banyak. Tahun 2021 ini, tercatat sudah 64 kasus gigitan dan HPR yang menggigit sebanyak 57 anjing. Karenanya untuk mencegah semakin meluasnya kasus gigitan, pihaknya berharap kerja sama semua pihak. Terutama masyarakat yang memiliki anjing peliharaan agar dibawa ke UPT Prokeswan kecamatan masingmasing untuk diberikan vaksin.
“HPR ini tidak hanya anjing, tetapi juga kucing, kera dan kelelawar. Kita fokus vaksin anjing karena secara teori 98 persen HPR yang menyerang manusia itu adalah anjing. Sehingga kita harapkan yang ada anjing peliharaan agar dibawa ke UPT Prokeswan untuk divaksin,” harapnya.
Sedangkan bagi masyarakat yang tergigit anjing, diharapkan segera melapor ke petugas. Sehingga bisa segera dilakukan penanganan dengan diberikan vaksin anti rabies (VAR). Terhadap anjing yang menggigit bisa dibunuh untuk diperiksa sampel otaknya. Selain itu juga bisa ditangkap untuk dilakukan observasi salama 14 hari. Jika anjing tersebut mati pada hari ke 10 atau sampai hari ke 14, maka mengarah ke rabies. (KS/aly)