Sumbawa Besar, Kabarsumbawa.com – Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Kabupaten Sumbawa, menggelar kegiatan case conference layanan korban kekerasan perempaun dan anak.
Kegiatan yang berlangsung di Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sumbawa, Kamis (17/04/2024) itu, bertajuk stop kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kegiatan diisi oleh tiga orang narasumber yakni, Kepala Dinas P2KBP3A Sumbawa menyampaikan materi terkait Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), kemudian dari Polres dan Kejaksaan Sumbawa menyampaikan terkait penanganan jika telah memasuki ranah hukum.
Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak DP2KBP3A Tati Hariati mengatakan, salah satu tujuan dari kegiatan ini adalah bagaimana melibatkan pihak terkait untuk menyelesaikan kasus yang didampingi oleh UPTD PPA, khususnya kasus kekerasan perempuan dan anak. Sebab, bagaimanapun, UPTD mempunyai keterbatasan tugas dan fungsi, sehingga funggi lainnya diisi oleh pihak lain termasuk media massa.”Kami ada dua kegiatan yakni kekerasan terhadap anak dan kekerasan perempauan. UPTD diharapkan bisa melakukan pendampingan secara cepat, begitu dilaporkan langsung ada pendampingan, bagaimana upaya melenyelesaikan kasus itu yang melipatkan pihak terkait secara generatif dan komprehensif,” jelasnya.
Menurutnya, khusus kekerasan dalam rumah tangga paling banyak korbannya adalah perempuan dan anak. Akan tetapi, dalam kasus tertentu laki-laki juga menjadi korban. Dalam menyelesaikan masalah rumah tangga lanjutnya, harus memperhatikan banyak hal, salah satunya kepentingan anak yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak.
Untuk kasus kekerasan perempuan ungkapnya, pada tahun 2022 terjadi 17 kasus, menurun menjadi 10 kasus di tahun 2023, dan 11 kasus di tahun 2024. Dari total kasus yang dilaporkan, terbanyak adalah KDRT.
“Salah satu tugas kami melakukan mediasi bagaimana keluarga ini berfungsi sebagaimana mestinya keluarga pada umumnya. Itu salah satu hal yang selalu kami upayakan ketika ada kasus, tapi juga memang perlu ada proses secara hukum untuk menjadi efek jerah pada pelaku, tapi tetap berlaku adil pada kedua belah pihak,” terangnya.
Sementara untuk kasus kekerasan terhadap anak lanjutnya, juga terjadi penurunan di tiga tahun terakhir. Pihaknya mencatat, terjadi 52 kasus di Tahun 2022, kemudian turun jadi 45 kasus di tahun 2023, dan 20 kasus di tahun 2024. Dari total kasus ini, rata-rata korban adalah perempuan dengan kasus kekerasan seksual, dan sebagian besar pelaku adalah orang terdekat korban. Adapun faktor paling besar yakni, akses pornografi yang mudah melalui gawai membuat kekerasan itu terjadi.
Menurutnya, pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai pihak. Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui pendidikan dan kesadaran masyarakat, pemberdayaan perempuan dan anak, pengawasan dan pemantauan, serta pelayanan dukungan dan perlindungan bagi korban kekerasan.
Kerja sama dan koordinasi antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas juga penting dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan. Selain itu, pengembangan kebijakan dan peraturan yang mendukung pencegahan kekerasan serta edukasi dan pelatihan bagi masyarakat juga dapat membantu mengurangi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. (KS)







