Sumbawa Besar, Kabarsumbawa.com – Secara umum, puncak musim kemaru di Provinsi NTB diperkirakan terjadi pada bulan Agunstus. Data dari BMKG Stasiun Metorologi Sumbawa Besar menyebutkan sedikitnya Delapan Kacamatan di Kabupaten Sumbawa alami kekeringan ekstrim.
Kepala BMKG Stasiun Meterologi Sumbawa Besar Endrtiyono, ditemui, Rabu (07/08/2019) di ruang kerjanya menerangkan, Delapan wilayah dikategorikan alami kekeringan ekstrim dikarenakan wilayah tersebut telah lebih dari 60 hari tidak turun hujan.
Delapan Kecamatan tersebut yakni, Kecamatan Alas Barat selama 95 hari, Lape 93 hari, Moyo Hulu 89 hari, Sumbawa 87 hari, Buer dan Batulanteh 86 hari, kemudian Orong Telu 82 hari, dan Kecamatan Alas 63 hari.
“Beberapa wilayah kita dilihat dari segi Metrologisnya memang mengalami kekeringan, didasarkan curah hujan yang beberapa bulan sudah tidak ada di daerah tersebut lebih dari 2 bulan atau lebih 60 hari. Itu dianalisiskan mempunyai kekeringan yang ekstrim,” terangnya.
“rata-rata sudah sudah hampir 3 bulan. Daerah tersebut sudah tidak hujan, jadi dari segi metrologisnya kondisi tersebut menunjukan bahwa kekeringan yang termasuk ekstrim,” sambungnya.
Diperkirakan, pada Agustus ini tidak akan turun hujan, hal tersebut dikarenakan masih terjadinya phenomena moson timur yakni angin bertiup dari daratan Australi menuju ke Asia, yang mengakibatkan awan pembentuk hujan tertiup oleh angin tersebut.
“jadi sekarang masih belum turun hujan karena masih angin timuran atau muson timur. Itu rutin setiap tahun melintasi wilayah kita. Puncaknya untuk saat ini wilayah NTB sebagain besar bulan agustus. Sekitar bulan November kemungkinan ada hujan,” jelasnya.
Ia menghimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai dampak dari puncak musim kemarau, diantaranya kekurangan air bersih dan kabakaran lahan terutama di wilayah yang mengalami kekeringan ekstrim.
“Dihimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati terhadap dampak yang disebabkan oleh potensi kekeringan yaitu kekurangan air bersih, kemudian kebakaran lahan, jadi menghemat air untuk keperluan sehari-hari,” himbaunya. (KS/aly)