Sumbawa Besar, Kabarsumbawa.com – Terkait Keterlambatan Pembayaran Pajak yang dilakukan oleh puluhan Desa di Kabupaten Sumbawa, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Sumbawa, memastikan adanya miss Komunikasi antara Pemerintah Desa dengan KPP Pratama.
Kasi Pengelolaan Keuangan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Sumbawa, Ibrahim kepada media, Rabu (19/12/2018) mengatakan, keterlambatan penyetoran pajak oleh pihak desa memang kerap kali terjadi, terutama menjelang akhir tahun.
Menurutnya, Keterlambatan ini sebagai akibat dari sering tidak cocoknya perhitungan pajak KPP Pratama dengan realisasi di desa.
“Akibatnya, desa-desa ini ketakutan. Artinya ketika pembayaran pajak yang mereka lakukan ini tidak sesuai dengan hasil temuan pemeriksaan yang dilakukan oleh APIP . Ini kemudian membuat mereka menahan dulu uang pajak kemudian disimpan di kas desa. Kemudian nanti setelah ada hasil pemeriksaan inspektorat baru mereka melakukan pembayaran pajak,” jelasnya.
Menindaklanjuti persoalan ini, pihaknya sudah berkomunikasi dengan pihak KPP Pratama untuk menyamakan persepsi dan pemahaman terhadap apa yang harus dilakukan oleh desa. Sebab, jika seperti ini, maka pihak desa yang kelabakan, karena tidak ada dasar yang jelas pajak mana yang harus dibayar.
“Artinya harus ada kesamaan persepsi antara KPP Pratama terkait patokan mana yang menjadi target pajak. Sehingga desa ini tidak ketakutan ketika mereka harus mengeksekusi setiap transaksi pada saat harus membayar pajak. Karena berdasarkan ketentuan perpajakan, pajak itu tidak boleh ditunda pembayarannya ketika transaksi terjadi, maka 1×24 jam harus dibayarkan,” imbuhnya.
Penyebab berikutnya kata Ahim, pihak KPP Pratama menghitung pajak dari pagu Dana Desa (DD). Sementara pembayaran pajak ini bukan saat perencanaan belanja, tetapi realisasi belanja sebagai dasar melakukan pembayaran pajak. Sehingga yang terjadi, ada ketidaksingkronan data target pendapatan pajak yang ada di KPP Pratama dengan realisasi pembayaran pajak yang dilakukan oleh Desa. Kerena KPP Pratama menghitung dari rencana pembelanjaan desa, sementara desa membayar pajak sesuai realisasi belanja.
“Kan tidak bisa pajaknya dihitung seratus juta bila belum kita belanja. Dalam artian berapa belanja kita, berapa harga barang, maka dasar itulah yang menjadi dasar pembayaran pajak. Itu yang berbeda dengan yang di Desa dan KPP Pratama,” terangnya.
Solusinya kata Ahim, harus ada semacan pertemuan antara DPMD dengan KPP Pratama, terkait kejelasan persoalan mana yang menjadi objek pajak. Hal ini, baru diketahui setelah menerima hasil pemeriksaan dari BPK tahun 2017. Setelah dikroscek dan berdiskusi dengan pihak pajak, ternyata porsentase pajak yang bersumber dari dana desa sudah ada target berapa persen. (KS/)
Puluhan Desa Belum Stor Pajak, DPMD : Ada Miss Komunikasi
Date: