Jakarta – PT Freeport menolak menggunakan acuan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 27 Tahun 2013 dalam penghitungan nilai divestasi saham usaha Minerba. Dalam pasal 13 ayat 2 peraturan menteri itu, dijelaskan bahwa replacement cost dihitung berdasarkan akumulasi biaya investasi yang dikeluarkan sejak tahap eksplorasi hingga tahun kewajiban divestasi.
Karena itulah rencana divestasi 10,64 persen saham PT Freeport dan Pemerintah belum ada titik terang. Pihak Freeport bersikukuh acuan yang digunakan dalam divestasi sahamnya berdasarkan harga pasar atau fair value. Hal ini berakibat pada tingginya harga saham yang perusahaan tambang mineral asal Amerika tersebut.
Menyikapi hal tersebut, anggota Komisi VII Kurtubi mengusulkan agar Pemerintah bisa berupaya untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
“Ini bisa mengakibatkan kemungkinan akan mengalami deadlock. Maka saya kira Pemerintah punya alasan untuk mengeluarkan Perppu terkait divestasi Freeport,” ungkapnya.
Dengan Perppu pemerintah bisa menunjukkan kewibawaannya di mata Freeport. Selain itu, kedaulatan negara ini juga tetap terjaga.
Bagi Kurtubi, penyebab dari semua itu adalah dengan sistem Kontrak Karya yang berlaku saat ini di sektor pertambangan. Dia mengaku sudah mewanti-wanti pola ini karena memiliki potensi merugikan negara, dan sebaliknya, sangat menguntungkan investor.
“Kedaulatan negara pun hilang, penerimaan Negara juga relatif kecil bila dibanding dengan nilai ekspornya,” katanya saat dihubungi,Senin (1/8).
Dalam sistem ini, politisi NasDem ini menjelaskan, Negara tidak berhak untuk menentukan investasi atau biaya yg dikeluarkan oleh kontraktor. Tidak hanya itu, benda-benda dan modal yang dibeli juga menjadi milik kontraktor.
“Untuk mengkompensasi agar penerimaan Negara bisa lebih besar maka dimintalah kontraktor untuk melakukan divestasi,”terangnya (siaran pers)